Daftar Bacaan

Wednesday, May 23, 2012

Tilakkana,Pattica Sammuppda,Tumimbal Lahir dan Nibbana

0 comments
  1. Tilakkhana
Tilakkana adalah tiga corak yang universal dan termasuk hukum kesunyayatan, hukum ini berlaku di mana-mana dan pada setiap waktu.
Tiga corak umum tilakkana:
1)      Anicca
Anicca : tidak kekal (segala sesuatu yang ada di alam semesta terus menerus mengalami perubahan)
2)      Dukkha
Dukkha (dalam pandangan filsafat) : suatu pikiran atau perasaan yang tidak puas yang timbul karna tidak tercapainya suatu keinginan atau karena perubahan-perubahan yang senantiasa terjadi di dalam diri ataupun di luar diri kita.
Yang menimbullkan dukkha menurut Hukum Paticca samupadda
  • Tanha diikuti oleh upadana
  • Upadana diikuti oleh Bhava
  • Bhava di ikuti oleh jati jaramarana.
Ajaran agama Buddha bukan tidak mengakui adanya “kebahagiaan” atau “Sukha”, karena yang dinamakan kebahagiaan oleh orang pada umumnya adalah tidak kekal, akan berubah menjadi Dukkha.
Didalam kitab Majjhima-Nikaya 82 : Ratthapala-Sutta, terdapat empat kalimat yang mencerminkan makna Dukkha, yaitu:
  1. Kehidupan dalam alam manapun juga adalah tidak kokoh/kuat, dan akan tersapu habis (Upaniyati loko addhuvo’ti).
  2. Kehidupan dalam alam manapun juga tidak memiliki pernaungan dan tidak ada perlindungan (Attana loko anabhissaro’ti).
  3. Kehidupan dalam alam manapun juga adalah tidak memiliki suatu apapun dan segala sesuatunya akan ditinggalkan serta kehidupan berlangsung terus (Assako loko, sabbang pahaya gamani yan’ti).
  4. Kehidupan dalam alam manapun juga adalah tidak lengkap, tidak terpuaskan dan diperbudak oleh hawa nafsu.
3)      Anatta
Anatta adala suatu corak yang universal, yang meliputi semua keadaan dari bentuk-benuk jasmani dan rohani.
  1. Pattica Sammuppada
a)      Bunyi hukum paticca Sammuppada
Perkataan paticca Sammuppada: paticca (diisyaratkan) dan sammuppada (muncul bersamaan). Artinya muncul bersamaan karna syarat berantai, atau yaitu pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
Empat unsur ajaran hukum paticca sammuppada:
  • Dengan adanya ini maka terjadilah itu
  • Dengan timbulnya ini, timbulah itu
  • Dengan tidak adanya ini maka tidak adalah itu
  • Dengan terhentinya ini, maka trhentilah itu.
  1. Tumimbal Lahir
Tumimbal Lahir :hukum kelahiran kembali.
Tumimbal Lahir makhluk hidup ada empat cara:
  1. Jalabuja Yoni :makluk yang lahir dalam kandungan
  2. Andaja Yoni : makhluk yang lahir dari telur
  3. Sansedaja Yoni : makluk yang lahir dari kelembaban
  4. Opapatika Yoni: makhluk yang lahir dari  cara sepontan
  5. Nibbana
Nibbana adalah kebehagiaan tertinggi. Nibbana adalah tujuan akhir agama buddha.
Nibbana/ nirvana di bagi atas dua bagian
  • Nibbana yang masih mengandung lima kelompok kehidupan
  • Nibbana yang tidak mengandung sisa-sisa kelompokkehidupan
JALAN UNTUK MENCAPAI NIBBANA
1. Delapan Ruas Jalan Utama/Jalan Tengah
Bodhisattva pangeran Siddhartha Gotama, melalui pengalaman-pengalamannya sendiri telah menemukan Jalan Tengah yang telah menghasilkan pandangan dan pengetahuan yang membawa Beliau ke ketenangan, pengertian benar, kesadaran Agung dan Nibbana. Hal ini merupakan salah satu jalan untuk mencapai Nibbana, yang demikian sederhana, tetapi mempunyai nilai untuk memberikan kepuasan kepada emosi emosi keagamaan.
  • 2.  Yang lenyap di Nibbana
  • Orang yang telah mencapai Nibbana dapat disebut “orang yang sempurna”, seperti YMS Budha Gotama, orang yang telah sempurna membuang semua ikatan, semua ikatan terhadap badan jasmaninya, perasaannya, penserapannya, bentuk-bentuk pikirannya dan kesadarannya sampai ke akar-akarnya dan selanjutnya tidak dilahirkan kembali kedalam kehidupan. 
  • 3. Orang Yang Telah Mencapai Nibbana Bebas dari Lahir, derita, Umur Tua dan mati; lobha, dan dosa moha.
  • Tiada lagi penderitaan bagi mereka yang telah mencapai Nibbana, yang telah terbebas dari penderitaan, yang telah membebaskan diri dari segala ikatan nafsu, yang telah memutuskan semua ikatan. Orang yang sempurna, sikapnya toleran. Pikirannya tenang, tutur kata dan perbuatannya senantiasa dilakukan dengan tenang setelah Ia mencapai kebebasan melalui pengetahuan sejati dan menjadi tenang serta seimbang.
»»  READMORE...

Pengertian Dasar Budha Darma, Triratna, dan Sadha

0 comments

A.   Pengertian Dasar Budha DarmaTriratna dan Sadha
  1. Pendiri dan Pembawa Agama Budha

  • Pendiri agama Budha Shidarta “yang cita-citanya tercapai”
  • Putra dari raja Sudhodana Gautama dan Dwi Mahayana (dari kerajaan kecil Kapilawastu)
  • Dilahirkan 563 sM
  • Gelar Shidarta Gautama (Budha, Bhagoua, Sakya Sumba, Sugata, Suaria Siddha dan Tathagata.
    2. Pengertian Dasar Buddha Darma
  • Etimologi: perkataan Buddha berasal “buddha” arti: bangun atau bangkit,dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam
  • Buddha adalah yang telah mencapai penerangan sempurna
  • Tujuan terakhir agama Budhha ialah mencapai Penerangan sempurna dan menjadi Buddha.
  • Dharma adalah ajaran yang benar ajaran sang buddha
  • Ada tiga kaidah keagamaan bagi agama Buddha yaitu:
a)      Sutra (ajaran yang diajarkan oleh sang Buddha sendiri)
b)      Vinaya (disiplin-disiplin yang diberikan oleh sang Buddha)
c)      Abidharma (komentar-komentar dan diskusi-diskusi tentang sutra dan vinaya oleh para sarjana di zaman-zaman belakangan)
Ketiganya disebut Tripitaka, dan darma itu merupakan satu dari Tri Ratna atau Tiga Mustika agama Budha.
B.   Triratna
Triratna (tiga permata): tiga buah pengakuan dari penganut agama Buddha, seperti syahadat dalam islam:
1)      Buddham saranam gacchami
2)      Dhamman saranam gacchami
3)      Sangham saranam dacchami
Tri ratna harus di ucapkan tiga kali.
                Secara garis besar ajaran Agama Buddha dapat di rangkum dalam tiga ajaran:
- Buddha
a)      Buddha sebagai Pangeran Sidharta
b)      Sebagai petapa Gautama
c)       Periode mendapat penerangn dan menjadi buddha
d)      Pengajaran darma
- Dharma
Dharma : Doktrin atau inti ajaran
1)      Dukha
2)      Samudaya
3)      Nirodha
4)      Marga
- Sangha
Sangha adalah persamuan dari makhluk- makhluk suci
C.   Saddha
Keyakinan yang nyata atau kepercayaan yang benar.
 Keyakinan Buddha:
1)      Sang Hyang Adhi Budha
2)      Para Buddha
3)      Bodhisatwa
  • Pannadhika
  • Saddhadika
  • viriyadhika
»»  READMORE...

Tuesday, May 22, 2012

Penemuan Menakjubkan Dibalik Rusaknya Prambanan

0 comments
»»  READMORE...

KONSEPSI TENTANG ALAM DAN MANUSIA

0 comments
  1. a.      Konsep Tentang Alam
Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama (hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis), kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal.
Alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya), selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, dan okasaloka.
  • Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
  • Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi a. kamaloka, b. rupaloka, danc. arupaloka.
  1. Kamaloka
Kamaloka meliputi sebelas alam, yaitu :
  1. Alam para Dewata yang menikmati ciptaan-ciptaan lain
  2. Alam para dewata yang menikmati ciptaannya sendiri
  3. Alam para dewata yang menikmati kesenangan
  4. Alam dewata Yama
  5. Alam 33 dewata
  6. Alam tempat maharaja
  7. Jagat manusia
  8. Dunia hewan
  9. Dunia makhluk yang tidak bahagia
10.  Dunia setan
11.  Daerah neraka.
  1. b.       Rupaloka
Rupaloka atau alam bentuk, terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadhi. Para Bhikkhu itu yang sedang besamadhi dapat berhubungan dengan mahluk-mahluk yang terdapat dalam alam-alam ini, sebab paradewa yang tinggal didalamnya masih mempunyai badan yang lebih halus tetapi berada diatas hawa nafsu.
  1. c.       Arupalokka
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi.
  • Ø Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
  1. b.      KonsepTentangManusia

Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
  1. Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
  2. Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
  3. 3.                   Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.  
  4. 4.                   PATICCA-SAMUPPADA
Bunyi hukum paticca-samuppada
Perkataan paticcasamuppada terdiri atas Paticca artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi  paticca-samuppada artinya mucul bersamaan karena syarat berantai, atau pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.

  1. A.      ETIKA (CATUR PARAMITA DAN CATUR MARA)
    1. a.      Catur Paramita
Di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Ketuhanan yang di sebut paramita yaitu dalam bathinnya merupakan segala sumber dari perbuatan baik (kusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus bias mengembangkan paramita itu. Demi kebahagiaan, ketenangan dan kegembiraan hidup kita. Sifat ketuhanan itu terdiri dari :
  1. Metta         : ialah cinta-kasih universal yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini dikembangkan dosa akan tertekan.
  2. Karuna      : ialah kasih-sayang universal karena melihat suatu kesengsaraan, yang menjadi akar perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini berkembang lobha akan tertekan.
  3. Mudhita    : ialah perasaan bahagia (simpati) universal karena melihat makhluk lain bergembira, yang menjadi akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bial ini berkembang issa akan tertekan.
  4. Upekkha    : ialah keseimbangan bathin universal sebagai hasil dari melaksanakan metta. Karuna. Mudhita dan upekkha, juga merupakan akar dari perbuatan baik (kusala-kamma). Bila ini telah berkembang moha akan tertekan, bahkan akan lenyap.

  1. b.      Catur Mara
Disamping adanya sifat-sifat ketuhanan, terdapat pula sifat-sifat setan/ jahat (marra) dalam bathin manusia dan ini merupakan sumber dari perbuatan buruk (akusalakamma) yang tercetus pada pikiran, ucapan dan badan. Karena itu kita harus dapat melenyapkannya agar hidup kita tidak terus-menerus di dalam kesengsaraan dan penderitaan yang tiada henti-hentinya. Sifat setan/jahat itu terdiri dari :
  1. Dosa          : ialah kebencian yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan metta.
Dosa ini secara ethica (ajaran tentang keluhuran buda dan kesopanan) berarti kebencian. Tetapi secara psychilogis (kejiwaan) berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap objek bertentangan.
  1. Lobha        : ialah serakah yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila di kembangkan karuna.
Lobha ini secara ethica berarti keserakahan/ketamakan. Tetapi secara psychilogi (kejiwaan) berarti terikat  pikiran pada objek-objek. Inilah yang kadang-kadang disebut Tanha yaitu keinginan yang tiada henti-hentinya.
  1.  Issa           : ialah irihati yaitu perasaan tidak senang melihat makhluk lain berbahagia, yang menjadi akar dari perbuatan jahat (akusalakamma) dan akan lenyap bila dikembangkan mudhita.
  2. Moha         : ialah kegelisahan bathin sebagai akibat dari perbuatan dosa, lobha, dan issa. Akan lenyap bila dikembangkan upekkha. Moha berarti kebodohan dan kurangnya pengertian. Selain itu moha juga disebut Avijja yaitu ketidaktahuan, atau Annana yaitu tidak berpengetahuan, atau Adassana yaitu tidak melihat.
»»  READMORE...

TRI SUCI WAISAK 2012

0 comments
»»  READMORE...

Meditasi Dalam Agama Buddha

0 comments
Bagaimana cara melakukan Meditasi jalan. Kebanyakan meditasi adalah dengan cara duduk tenag dengan sikap bersila. Mungkin Bagi anda yang gemar melakukan meditasi sudah paham akan hal itu. Tetapi apakah anda pernah mencoba tentang meditasi jalan? waah,,,seperti apakah itu dan bagaimana cara melaksanakan meditasi jalan? ini dia cara melakukan meditasi jalan dalam agama buddha.
Karena meditasi jalan sangat penting maka perlu didiskusikan lebih jauh.
Diskusi tersebut berkenaan dengan manfaat, pentingnya dan kondisi alami yang bisa dipahami saat mempraktekkan meditasi jalan.
Praktek meditasi kesadaran bisa diumpamakan seperti merebus air. Pertama seseorang harus mengisi air ke dalam teko. Lalu teko itu diletakkan di atas kompor kemudian kompor itu dinyalakan.
Sebelum air mendidih ia mematikan kompor. Meski sesaat kompor dimatikan untuk kemudian dinyalakan lagi sebentar, air di dalam teko tidak langsung mendidih.
Jika hal ini terus dilakukan, mematikan dan menyalakan kompor (sebelum air mendidih) maka air di dalam teko tidak akan pernah mendidih.
Dengan cara yang sama, jika ada jeda atau celah diantara kesadaran maka kita tidak akan bisa membangun konsentrasi dengan baik.
Itulah sebabnya para yogi yang berada dalam pengawasan kami diinstruksikan untuk membangun kesadaran sepanjang waktu. Mulai dari saat bangun dari tidur di pagi hari hingga terlelap pada malam harinya. Dalam hal ini praktek meditasi jalan menyatu didalamnya untuk menumbuhkan kesadaran yang berkesinambungan.
Namun demikian kami pernah mendengar orang-orang yang mengkritik praktek meditasi jalan. Para pengritik ini mengatakan mereka tidak memperoleh manfaat atau hasil yang baik dari praktek meditasi jalan tersebut.
Sesungguhnya Sang Buddha merupakan orang pertama yang membabarkan praktek meditasi jalan ini.
Pembahasan meditasi jalan Beliau sampaikan dua kali. Dalam “bagian” yang disebut “sikap tubuh” Beliau mengatakan seorang yogi tahu, “saya sedang berjalan” saat ia sedang berjalan, tahu, “saya sedang berdiri” ketika sedang berdiri, tahu “saya sedang duduk” saat sedang duduk dan tahu saat sedang berbaring sebagai “saya sedang berbaring”.
Pada bagian lain yang disebut “pemahaman jernih” Sang Buddha mengatakan, “Seorang bhikkhu menggunakan pemahaman yang jernih saat berjalan bolak-balik”. Maksud dari “pemahaman yang jernih” disini adalah pemahaman yang benar atas segala sesuatu yang diamati.
Meditasi : membiasakan diri kita agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, realistis dan konstruktuf. Atau Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari
Meditasi buddhis ada dua macam
  • Samatha bhavana
Pengembangan ketenangan batin atau menuju pada pemusatan pikiran yang penuh untuk mencapai jhana.
Samatha bahvana terbagi dua:
a)      Paritta samatha
b)      Mahaggata samatha
Meditasi  Samatha bhavana memiliki objek dalam bermeditasi. Yaitu ada 40 objek
  • Kasina 10 (10 wujud benda)
  • Asubha 10 (10 wujud kekotoran)
  • Anussati 10 (10 macam renungan)
  • Appammana 4 (keadaan yang tidak terbatas
  • Aharepatikulassana 1(renungan makanan menjijikan)
  • Catudhatuvavatthana 1(analisa  kepada 4 unsur)
  • Arupa (4 renungan tanpa materi)
 2)      Vipassana bhavana
Vipassana Bhavana artinya pandangan terang atau penerangan batin untuk mencapai (Nibbana)
Jalan tengah
Jalan tengah atau jalan mulia. Ada delapan jalan mulia, yaitu:

a)      Pandangan yang benar
b)      Pikiran yang benar
c)       Perkataan yang benar
d)      Tindakan yang benar
e)      Kehidupan yang benar
f)       Usaha yang benar
g)      Kesadaran yang benar
h)      Konsentrasi yang benar
Cara melakukan samadi :
Cari tempat yang tenang.
Kenakan pakaian yang longgar dan nyaman.
Bagi sebagian orang duduk bersila terasa tenang. Anda boleh duduk di atas bantalan atau handuk. Anda juga bisa menggunakan kursi, tapi usahakan duduk hanya pada setengah bagian depan kursi. Ada orang-orang yang suka memakai handuk atau syal pada bahu untuk mencegah kedinginan.
Bahu Anda harus rileks dan tangan diletakkan di pangkuan.
 Buka mata setengah tanpa benar-benar menatap apa pun.
 Jangan berusaha mengubah pernapasan Anda biarkan perhatian Anda terpusat pada aliran napas. Tujuannya adalah agar kehebohan dalam pikiran Anda perlahan menghilang.
Lemaskan setiap otot pada tubuh Anda. Jangan tergesa-gesa, perlu waktu untuk bisa rileks sepenuhnya; lakukan sedikit demi sedikit, dimulai dengan ujung kaki dan terus ke atas sampai kepala.
Visualisasikan tempat yang menenangkan bagi Anda. Bisa berupa tempat yang nyata atau khayalan
»»  READMORE...

Sejarah Perkembangan Agama Budha di India dan Tiongkok (China)

0 comments
Agama Buddha di India
Sejarah perkembangan agama Buddha di India setelah Buddha Gautama wafat di bagi menjadi 3 periode, yaitu : - Masa perkembangan awal hingga konsili agung kedua, - masa kekuasaan raja ashoka, dan – masa kemunduran agama Buddha di India
  • Masa perkembangan awal
Konsili pertama di adakan di Raja Graha dan di hadiri oleh 500 arahat dengan tujuan utama mengumpulkan ajaran-ajaran yang telah diedarkan Buddha dan menyusunnya secara sistematis. Konsili ini berhasil mengumpulkan ajaran-ajaran Buddha kedalam 3 golongan, dari sumber inilah kemudian disusun kitab Tripitaka sebagaimana dikenal saat ini.
Pada konsili II sebagai awal adanya 2 kelompok yakni Mahasanghika vajian yang kemudian dikenal dengan aliran utara (Mahayana) sedangkan Sthaviharavada atau aliran Selatan (Hinayana).
Setelah konsili kedua tersebut, untuk selama 100 tahun tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan agama Buddha di India. Terutama setelah raja kalasoka meninggal dunia. Baru dengan munculnya raja asoka dari dinasti maurya, sekitar 272 SM, agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat ke seluruh dunia.
Pada konsili III diadakan sebagai akibat dari sebagian bhikkhu yang menganut pandangan sarvas tivadin, sebagai melawan pandangan tradisional dari yang lebih tuala
Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi empat aliran besar, yaitu Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Dari India menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis.
Menjelang pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani, dan Asia Tenggara Masa Kekuasaan Raja Asoka.
Di tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan  Buddha  Gotama. Tempat–tempat tersebut adalah: Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī  (tempat Buddha  pertama kali mengajarkan Dhamma), Buddhagayā  (tempat pohon MahāBodhi), dan  Kusināra  (tempat Parinibbāna Buddha).  Di tempat-tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan mendirikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.
Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadi Bhikkhu. Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa) didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu. Untuk puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan beberapa vihāra bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.
Pada tahun kesepuluh masa pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Saṅgāyanā yang ketiga di ibukota Magadha, Pataliputta (218 tahun  sejak  Parinibbāna  Buddha Gotama). Saṅgāyanā di pimpin oleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta  dan menetapkan Kattavatthu ke dalam   Abhidhammā.  Diberitakan bahwa pada masa itu terdapat delapan belas aliran   (Therāvada yang terkemuka) dalam ajaran Buddha. Seorang sarjana barat, Kern, menilai bahwa Saṅgāyanā ketiga ini bukan bersifat umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.

Agama Budha di Tiongkok(China)
Pada abad pertama sebelum masehi, penduduk China berkembang dengan pesat. Penduduk negeri ini diperkirakan sudah berjumlah 50 juta. Daerah-daerah subur di sepanjang aliran­-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan cukup makanan. Padi merupakan bahan pokok utama. Tanaman baru yang berasal dari Champa (Vietnam) yang berkembang pada abad 11 seperti gandum, ubi jalar yang dapat tumbuh pada tanah-­tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk. Pada sekitar tahun 1200, jumlah penduduk China diperkirakan berjumlah 100 juta, jumlah tersebut menurun menjadi sekitar 65 juta pada tahun 1368 yakni pada tahun berakhirnya dinasti Mongol. Sejak itu jumlah penduduk mengalami peningkatan. Namun, laju pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesat karena mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh bencana alam (banjir, penyakit), peperangan, dan kerusuhan sosial.
Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton), serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan Mon­gol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke-20 ini.
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-­220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra dalam bahasa China.
Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini.
Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama Huan­ Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of West­ern Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.
Agama Buddha di Cina juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan Buddha Mahayana, antara lain :
  • Aliran Chan atau Dhyana yang didirikan oleh Boddhirma, asal India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Boddhidharma  di kenal sangat raqdikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Buddha dan bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran Buddha yang asli sehingga aliran yang didirikannya sangat memberi tekanan pada teks-teks suci. Aliran ini berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng (838-713 M.) karena mengaku mendapatkan ajarannya  langsung dari Sakyamuni . dalam perkembangannya kemudian , aliran ini  masuk dan berkembang di Jepang menjadi Zen dan berpengaruh dalam kehidupan keagamaan di Cina maupun Jepang sampai sekarang.

  • Aliran Vinaya, didirikan oleh Too Hsuan (595-667M), yang menekankan ajarannya pada pelaksanaan vinaya secara ketat. Menurut aliran ini, pengingkaran terhadap dunia dan kesusilaan merupakan kondisi kehidupan sang Buddha. Oleh karena itu aliran ini menekankan pada kehidupan mistik dan membiara. Aliran  Ching-tu atau tanah putih, yang didirikan oleh Hin Yuan dan T’an Lun. Ajarannya didasarkan pada kitab Amithayadhana, sebuah kitab yang merupakan kelanjutan dari kitab Sukhau Zatiyuha. Aliran ini menekankan pada pemujaan terhadap Amida Atau Amitaba yang mewujudkan diri dalam Dewi Kwan In.Aliran aliran lainya adalah aliran Chen Yen yang bercorak esoteris dan banyak mempergunakan mantram  atau diagram magik dalam mencapai tingkat kebuddhaan; Aliran T’ien T’ai yang didirikan oleh Chih-Yi, seorang ahli tafsir atau kitab kitab sutra, dengan ajaranya yang menekankan pada dharma dan meditasi dan yang lain sebagainya.
»»  READMORE...

HINAYANA DAN MAHAYANA

1 comments
A. Aliran Hinayana

Istilah Hinayana adalah istilah dalam
agama Buddha yang muncul setelah Mahayana berkembang.
Istilah ini sebenarnya kurang tepat dipakai. Penggunaan pasangan yang lebih
baik adalah Theravada - Mahayana, dan bukannya Hinayana - Mahayana. Hinayana
berarti kendaraan kecil, yang menunjukkan jumlah pengikut
agama Buddha yang lebih sedikit dibandingkan aliran Mahayana (kendaraan
besar). Aliran Hinayana disebut juga aliranTheravada. Hinayana merupakan aliran
agama Buddha yang menekankan kemurnian dan keotentikkan ajaran agama Buddha
sesuai dengan yang diajarkan Buddha Siddharta Gautama. Tidak seperti Mahayana
yang menggunakan bahasa Sanskerta, Hinayana menggunakan bahasa
Pali dalam peribadatan dan teks Tripitaka. Saat ini basis utama
pengikut aliran Hinayana tersebar mulai
dari Srilanka, Bhutan, Myanmar, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos.

 Pokok ajaran Hinayana :

a)     Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja. Apa
yang berbeda untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak
ada sesuatu yang tetap berada. Tidak ada aku yang merasa, sebab yang ada adalah
perasaan, demikian seterusnya.

b)     Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau relasi yang kecil dan pendek,
yang berkelompok sebagai sebab dan akibat. Karena pengaliran dharma yang
terus-menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada”perorangan” yang
palsu.

c)     Tujuan hidup ialah Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala
kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap
sesuatu. Apakah yang tinggal berada di dalam Nirwana itu, sebenarnya tidak
diuraikan dengan jelas.

d)    Cita-cita yang tertinggi ialah menjadai arhat, yaitu orang
yang sudah berhenti keinginannya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh
karenanya tidak ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.

 Kitab Suci Hinayana:

  • Vinaya Pitaka, (peraturan-peraturan golongan para Bhiksu) berbicara mengenai Sangha. Terdiri dari 3 buah tulisan yang yang membicarakan peraturan-peraturan tata-tertib bagi para bhiksu.
  • Sutta Pitaka, (keranjang pengajaran). Memuat 4 buah kumpulan yang besar dari pelajaran buddha. terdiri dari bermacam-macam ceramah yang diberikan oleh Buddha.
  • Abhimdhamma Pitaka, berisi analisis ajaran Buddha. Terdiri dari 7 buah naskah, yang merupakan uraian-uraian ilmiah yanmg kering tentang dogmatika.

B. Aliran Mahayana

Mahayana (berasal dari bahasa Sanskerta, mahāyāna yang
secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran
utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan
ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India,
digunakan atas tiga pengertian utama:
  1. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalahTheravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
  2. Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana ) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
  3. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.

Walaupun
asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan
berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1, atau abad
ke 1 SM.  Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama
Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana
mulai muncul pada catatan prasasti di India.  Sebelum abad ke 11 (ketika
Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses
perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul.
Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk
sejarah Mahayana.

Dalam
perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur.
Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang,Korea dan Vietnam dan
penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh
invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah"PureLand", Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai.
Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.


Pimpinan Besar
Mahayana
Ada tiga pimpinan besar Mahayana yang terkenal
dengan julukan “Tiga Matahari Mahayana”, karena merekalah yang memancarkan
sinar Mahayana hingga sampai di sebagian besar benua Asia seperti ; Tibet,
Nepal, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepang dan Indonesia.
  1. Nagarjuna Salah satu dari ahli-ahli filsafat terbesar di Mahayana adalah Nagarjuna, yang menurut cerita hidup sekitar abad ke-2 M. Golongannya itu dinamakan juga golongan Madhyamika atau penganut jalan tengah. Nagarjuna adalah pimpina Sangha yang ke 14. Beliau mendirikan suatu perguruan Mystik yang bernama Madhyamika dan membuat kitab :
  • Madhyamika Suttra yang berisi penuh dengan Mystik dan Metaphysika.
  • Prajanaparamita yang menceritakan tentang kekosongan benda-benda semuanya, juga tentang apa yang dinamakan Paramita (Enam kesempurnaan yang dimiliki oleh setiap Boddhisattva).
  1. Aryasangha muncul sekitar abad ke-4 M. Aryasangha menjadi tokoh yang sangat penting dari suatu golongan falsafi, yang telah berkembang sebelum zamannya dan yang terkenal dengan dua nama : “Vijnanavadin” (mereka yang mengajarkan bahwa yang sejati itu hanya kesadaran) dan “Yogacara” (mereka yang menempuh jalan yoga).

Beliau membuat kitab
bernama  Yogacarabhunicastra.
  1. Canti Deva adalah salah satu pimpinan besar Mahayana yang terakhir. Dia mengarang kitab berjudul :
  • Ciksasammucchaya (ikhtisar para siswa) berupa kitab syair.
  • Bodhicaryavatara (jalan yang menuju kearah kebangunan kebijaksanaan)

 Kitab Mahayana

Salah satu diantanya yang paling terkenal ialah Vimalakirti Sutra, yang berisi
tentang seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada
semuanya Bodhisattwa.

Banyak kitab-kitab Mahayana yang tidak boleh kita lupakan yang tidak diketahui siapa pengarangnya yaitu:
  • Karandavyuha 
  • Sukhavatisvaha 
  • Saddharmapundarika 
  • Lankavatara Sutra
  • Avatamkara sutra
  • Vajraccedhika Sutra

3.  Persamaan dan perbedaan antara Mahayana dan Hinayana

  1. Mengakui Buddha Sakyamuni sebagai guru agung yang telah tercerahkan.
  2. Bersumber pada kitab Suci Tipitaka (Pali=Hinayana) atau Tripitaka (Sanskrit=Mahayana).
  3. Mengakui bahwa keberadaan suatu individu adalah penderitaan dan menginginkan terbebas dari penderitaan ini.
  4. Kebebasan hanya tercapai jika telah melenyapkan Lobha/raga, dosa/dvesa dan Moha.
  5. Mengakui hukum karma/kamma yaitu hukum perbuatan siapa yang berbuat dia yang akan menerima buah akibatnya. Percaya pada kelahiran kembali yang sangat dekat dengan hokum karma yaitu ia yang berbuat baik akan terlahir di alam yang bahagia demikian sebaliknya.
  6. Mengakui adanya hukum sebab-musabab yang saling bergantungnan meski menurut TH.Stcherbatsky, Ph.D mereka mempunyai interpretasi masing-masing tetapi dalam hal ini mereka mengakui bahwa segala sesuatu adalah bergantungan (Paticcasamuppada/pratityasamutpada).
  7. 7.  Mengakui Empat Kesunyataan Mulia sebagai doktrin Buddha yang benar dan mulia.
  8. Mengakui anicca/ksanika, dukkha/santana, dan anatta/anatmakam.
  9. Mengakui 37 Bodhipaksyadhamma/Bodhipakiyadhamma
  10. Mengakui bahwa dunia ini tiada permulaan atau awal begitu pula akhirnya. 


4.  Perbedaan antara Hinayana dan Mahayana

Perbedaan terpenting
antara Mahayana dan Hinayana berpokok kepada:
  1. Keanggautaan Sanggha;
  2. Cita-cita dan tujuan terakhir;
  3.  pantheon (masyarakat dewa).
»»  READMORE...

praktek & ritual dalam Agama Buddha

1 comments
  1. A.     Aliran Tantrayana
Fase ketiga(500 M-1000 M) dari perkembangan agama Buddha adalah Tantrayana, merupakan fase yang paling penting agama Buddha di India yang bercirikan cosmikal-soteriological (yang berhubungan dengan keselamatan.
Sifat dominan dari Tantrayana adalah Occultism (kegaiban). Penekanan utama adalah penyesuaian yang harmonis dengan cosmos dan pencapaian penerangan dengan mantra atau metode gaib. Secara umumTantrayana juga dikatakan bagian dari Mahayana, karena ada beberapa minti filsafat Mahayana yang diterangkan secara Exoterik dan penuh simbolis, seperti: Sunyata, Bodh8ictta, Vijnana.
Istilah Tantra secara etimilogi adalah ‘menenun’ adalah istilah yang digunakan untuk menngacu pada praktek-praktek exoteric yang bertujuan membangkitkan sifat-sifat keTuhanan dalam diri seseorang guna mencapai kesempurnaan, juga mengacu pada kitab-kitab atau sutra-sutra yang menguraikan ajaran-ajaran yang demikian.
Tantra membawakan membawakan peranan penting dalam sejarah Mahayana, karena ia membangkitkan suatu penekanan baru pada metode intuisi dan esoteric bersama dengan perkembangan konsepsi keTuhanan dan tata upacara. Tantrayana mempengaruhi seluruh saekte Mahayana berikutnya dan menjadi inspirasi dalam tata peribadatan dan seni Buddhist.

  1. A.     Mantrayana
Istilah Mantrayana keliatannya telah menerima aslinya padakeperluan kepalsuan khusus bahwa cabang Mahayana yang menganjurkan pembacaan ulang mengenai mantra sebagai usaha prinsip untuk penerangan itu, yang dilanjutkan untuk menekankan latihan mengenai Paramitha.
Mantrayana dimulai pada abad ke-4 dan mendapat momentumnyasetelah abad ke-5. Apa yang telah dilakukannya telah memperkaya Buddhism dengan perlengkapan tradisi gaib, mempergunakannya untuk tujuan kemudahan pencarian bagi pencerahan atau penerangan.
Perkembangan Mantrayana adalah suatu reaksi alamiahadalah sutu reaksi alamiah melawan kecenderungan yangn meningkat merugikan sejarah dengan mengancam mematilemaskan Buddhism-India. Sesudah sekitar 400 tara dan prajnaparamita telah dipuja sebagai Boddhisattva angkasa. Mereka segera ditemani oleh 5 pelindung dengan Mahamayuri.
  1. B.      Vajrayana
Vajrayana adalah tingkat dari perkembangan lengkap, di mana apa yang dahulunya kecenderungan yang sama bertemu ke dalam garis yang pasti mengenai pikiran dan perbuatan, dan di mana suatu tumpukan, mengenai doktrin yang kelihatannya tidak seimbang dan metode-metode disatukan kembali secara bersama dalam suatu yang komplek tetapi diatur dengan baik dan system yang bertalian sevcara logis. Itulah norma dari Tantra, Vajra secara harfiah berartihalilintar atau intan, adalah sinonim tantra sekarang ini yang paling luas dengan sunyata.
Jadi istilah Vajrayana berkonotasi kendaraan atau yana, dengan cara mengenai seseorang memperoleh penerangan interpretasi ini ditegaskan oleh indrabhuti, rada siddacarya, yang mengatakan :” dia yang menaiki Vajrayana akan pergi ke pantai sebrang sana dari lautan besar itu dari dunia kerealitatifan, yang penuh dengan arus membangun pikiran.
Tujuan Vajrayana (agama Buddha Tantra) adalah untuk berhasil (siddhi) mencapai penerangan sempurna dari kehidupan seseorang (sebelum mati). Untuk itu Vajrayana mempunyai system teori dan praktek tersendiri yang merupakan pelaksanaan kebaktian dengan praktek Samadhi Yodacara dan Metafisika madyamika. Ajaran Mahayana diwakili dengan pandangan Madyamika yang mengembangkan pola piker filsafat, berpuncak pada pandangan yogacarayang menekankan segi bathiniah. Pandangan tantr mulai mempenngaruhi agama Buddha sejak abad ke-5 M. di manatujuan kebebasanatau peneranganagung dalam Mahayana dicapai melalui kekuatan yang bersifat gaib yang ditimbulkan oleh mantra, muda, yantra dan bantuan dewi-dewi
»»  READMORE...

Mahabodhi Temple in Bodhgaya

0 comments
»»  READMORE...

MAKNA PUJA (DO’A), HARI SUCI, TEMPAT SUCI DAN AJARAN TENTANG SANGHA

0 comments
  1. A.    Makna Puja (Do’a)

Alam tidak memihak; alam tidak dapat disanjung oleh doa; Alam tidak menghibahkan kemurahan khusus apapun atas permintaan; Manusia bukanlah makhluk yang jatuh melainkan malaikat yang bangkit. Doa terjawab oleh kekuatan pikiran mereka sendiri. 
            Ajaran budha memberikan tanggung jawab dan martabat penuh kepada manusia. Ajaran budha membuat manusia menjadi tuannya sendiri. Menurut ajaran buddha, tidak ada makhluk yang lebih tinggi yang duduk untuk menghakimi perbuatan dan nasib seseorang. Hal ini berati hidup kita, masyarakat kita, dunia kita, adalah apa yang kamu dan saya ingin perbuat dengannya, dan bukan apa yang diinginkan oleh makhluk antah berantah.
            Mengenai doa-doa utnuk mencapai tujuan akhir, sang buddha pernah membuat analogi tentang seorang manusia yang ingin menyebrang sungai. Jika ia duduk dan berdoa, memohon agar tepian seberang datang kepadanya dan membawanya ke seberang, maka doanya tidak akan terjawab. Jika ia benar-benar ingin menyeberang sungai itu, ia harus berusaha; ia harus mencari balok kayu dan membikin rakit, atau mencari jembatan, atau membuat perahu, atau barangkali berenang. Dengan suatu cara ia harus bekerja untuk menyebrang sungai. Demikian juga, jika ia ingin menyebrangi sungai Samsara, doa-doa saja tidaklah cukup. Ia harus bekerja keras dengan  menjalankan kehidupan religius, mengendalikan nafsunya, menenangkan pikirannya, dan dengan menyingkirkan semua ketidakmurnian dan kekotoran dalam pikirannya. Hanya dengan demikian ia dapat mencapai tujuan akhir. Doa saja tidak akan pernah membawtanya tujuan akhir.
            Jika diperlukan, hal itu sebaiknya digunakanutnk memperkuat dan memusatkan pikiran dan bukan untuk memohon sesuatu. Doa berikut dari seorang penyair mengajarkan kita bagaimna caranya berdoa. Umat buddha akan menganggap hal ini sebagai meditasi untuk mengembangkan pikiran:

Semoga aku tak bedoa dijauhkan dari marabahaya,
Tapi berdoa agar tak takut menghadapinya.
Semoga aku tak bedoa untuk diredakan dari rasa sakit,
Tapi demi hati yang menaklukanya.
Semoga aku tak rindu diselamatkan dari rasa takut,
Tapi bisa mengandalkan kesabaran
Untuk menenangkan kebebasanku

  1. B.     Hari Suci

            Dalam upacara-upacara yang dilakukan umat Buddha terkandung dalam beberapa prinsip penting yaitu:
  1. Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur Sang Triratna;
  2. Memperkuat keyakinan;
  3. Membina keadaan batin yang luhur;
  4. Mengulang dan merenungkan kembali Sang Buddha;
  5. Melakukan anumodhana, yaitu membagi perbuatan baik kepada orang lain.
Upaca tersebut dilakukan secara harian, mingguan, setiap hari upashota, yaitu setiap tanggal 1 dan 15berdasarkan penanggalan bulan, dan pada hari-hari raya agama Buddha.
Hari-hari raya Buddha tersebut adalah
  1. hari Waisak , Hari Waisak biasanya jatuh pada bulan pernama Sidhi, Mei-Juni, yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana.
  2.  Asadha, Hari raya Asadha biasanya jatuh pada bulan purnama Sidhi bulan Juli-Agustus, dua bulan setelah Waisak. Hari Asadha di peringati karena hari itu adalah hari ketika Sang Buddha mengajarkan dharma yang pertama kali kepada kelima Pertapa, yang di kenal dengan “pemutaran roda dharma”.
  3. Kathina dan, Hari raya Kathina dirayakan tiga bulan setelah hari Asadha, sebagai ungkapan perasaan terima kasih kepada para bhikkhu yang telah menjalankan vassa, berdiam di satu tempat tertentu, di daerah mereka.
  4.  Magha Puja, Hari raya Magha Puja biasanya jatuh pada bulan purnama bulan Februari-Maret
  5. C.    Tempat Suci
Dalam tradisi agama Buddha, tempat-tempat suci dalam Buddha adalah sesuatu yang sangat disakralkan (keramat atau disucikan) oleh para perkumpulan, para penganut agama Buddha dan para orang sucinya.
Sang Buddha berbicara tentang empat tempat yang di sucikan karena berhubungan dengan Beliau, yang seharusnya dikunjungi oleh para pengikut yang setia dengan penuh penghormatan dan perasaan kagum. Empat tempat suci tersebut adalah:
  1. Tempat kelahiran Sang Buddha
  2. Tempat Sang Buddha mencapai penerangan
  3. Tempat Sang Buddha memutar roda Kesunyataan yang Tiada Bandingnya (Dhammacakka)
  4. Tempat Sang Buddha mencapai Parinibbana

            Tempat yang suci yang di bangun oleh para penganut Buddha biasanya memiliki seni arsitektir yang luar biasa, lihat saja contohnya candi Borobudur di Jawa Tengah. Contoh lain, puncak lengkungan kubah stupa yang berdiri di Mount Meru, gunung kosmik Buddha yang menandai pusat India, dan payung-payung yang muncul diatas stupa melambangkan tingkat surga berbeda pada tradisi India kuno. Diatas payung-payung, ada ruang kosong dari langit-langit, terletak bidang tak berbentukyang didapatkan oleh ‘orang suci Buddha di level meditasi tertinggi dan ‘Buddha field’ merupakan tempat kediaman Buddhas dan bodhisattva-bodhisattva yang berasal dari tradisi Mahayana.
  1. D.    Ajara Tentang Sangha

Dalam naskah-naskah Buddhis dijelaskan bahwa sangha adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai oleh kesatuan dari pandangan yang bersih dan sila yang sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami, anagami dan arahat.
            Tingkat sottapati adalah tingkat kesucian pertama, dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingkatan ini seorang satopatti masih harus mematahkan belenggu kemayaan aku (sakkayaditthi), keragu-raguan (vicikiccha), dan ketakhayulan (silabataparamasa) sebelum dapat meningkat ke sakadagami. Pada tingkat sakadagami, ia harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat mebangkitkan kundalini sebelum naik ke tingkat anagami.setelah mencapai anagami, ia tidak harus menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu yaitu kecintaan yang indrawi (kamaraga), dan kemarahan atau kebencian (patigha) sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat. Setelah mematahkan belenggu kamarag dan patigha, ia kemudian naik ketingkat arahat dan dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun sesudah meninggalnya.
            Selain ke empat tingkat kesucian di atas, dalam kepercayaan Buddha juga di kenal adanya asheka, yaitu orang yang sempurna (sabbanu) yang tidak perlu belajar lagi di bumi ini. Diantara para asheka tersebut adalah Siddharta Gautama yang telah mencapai tingkat kebuddhaan tanpa harus belajar dan berguru kepada orang lain.
»»  READMORE...

Gautama Buddha Meditation - Musical Meditation

0 comments
»»  READMORE...

AGAMA BUDDHA di JEPANG dan KOREA

1 comments
AGAMA BUDDHA DI KOREA
Agama primitif dimasa purba yang diketahui dari mitologi kuno, menganggap langit sebagai Tuhan teragung, yakni sesuatu yang melebihi segala hal. Hwanin atau Hwanung yang muncul dalam mitologi Dangun yang merupakan mitologi pendirian Korea, berarti langit atau Tuhan. Setelah itu, agama bersifat jampi untuk mengejar keberuntungan, menguasai dunia. Namun, setelah masa 3 kerajaan berkuasa, agama Buddha, agama Kong Hu Chu dan sebagainya diperkenalkan.
Selain itu, Shamanisme juga berakar mendalam bagi warga Korea sebagai kepercayaan rakyat. Seperti contoh, warga Korea pergi ke peramal atau dukun untuk menghilangkan nasib buruk ketika menghadapi pilihan penting seperti membuka toko atau ingin sekolah atau untuk mendapat keberuntungan dan mencegah penyakit. Shamanisme seperti itu terdapat baik di kampung maupun di kota.
Agama Kong Hu Chu di Korea bisa disebut bukan agama, melainkan sesuatu yang hanya untuk dilihat dari sisi ilmu, filsafat etika dan sebagainya. Namun, bisa dikatakan bahwa seluruh warga Korea memiliki cara berpikir dan bersifat seperti agama Kong Hu Chu. Agama Cheondo, Agama Daejonggyo dan sebagainya, merupakan agama nasional yang memuja pendiri Korea, yaitu Dangun.
  1. A.    Awal Sejarah dan Masa Perkembangannya
Jauh sebelum agama Buddha mengalami kemunduran di India, agama tersebut telah tersebar kebeberapa negara disekitar India, baik karena usaha golongan Theravada maupun golongan Mahayana. Ketika agama Buddha mulai berkurang peranannya di India, ia justru berkembang lebih baik di negara-negara yang pernah menerima penyebaran ajaran agama tersebut, dengan membentuk pusat-pusat kegiatan baru hingga sekarang.
      Di India agama Buddha berkembang pesat pada masa Raja Asyoka (3 SM), hingga menyebar ke Srilanka, Cina, Korea, Jepang, Thailand, Kamboja dan Indonesia.
Agama Buddha yang masuk ke Korea berasal dari Cina, dengan aliran Mahayana. Berbeda dengan agama Buddha Hinayana yang mengejar kebenaran pribadi dan kebebasan dari nafsu duniawi, agama Buddha di Korea bersifat agama Buddha Mahayana untuk menyelamatkan masyarakat awam.
Peranan Korea pada sejarah agama Buddha terletak pada kedudukannya sebagai jembatan penyebrangan agama Buddha dari Cina ke Jepang. Meskipun agama Buddha di semenanjung Korea diterima oleh kerajaan-kerajaan setempat, namun sejarah tidak mencatat kemajuan dari ajaran agama Buddha.
Agama Buddha diperkenalkan di Korea pada tahun 372  M, pada periode pemerintahan Kerajaan Goguryeo oleh seorang biarawan bernama Sundo yang berasal dari Dinasti Qian Qin di Cina.
Zaman keemasan agama Buddha di Korea terjadi pada masa pemerintahan dinasti Wang, yakni pada abad ke 11. Di bawah perlindungan kerajaan, banyak kuil dan vihara dibangun dan jumlah pemeluk agama Buddha meningkat secara tetap.
Ketika kekuasaan dinasti Wang atas semenanjung Korea diambil alih oleh dinasti Yuan dari kerajaan Mongol, maka agama Buddha di Korea banyak dipengaruhi oleh Lamaisme yang berasal dari Tibet. Setelah dinasti Yuan dikalahkan oleh dinasti Rhee dari Chosun, maka diansti ini menerima ajaran Khong Hu Chu dan membenamkan ajaran agama Buddha.
Pada masa dinasti Chosun, agama Kong Hu Chu didorong berkembang, sedangkan agama Buddha ditahankan. Di masa akhir kerajaan Chosun, masuk agama Kristen, serta agama Chondo yang didirikan oleh Choi Che Wu di Korea pada tahun 1859, dan yang terakhir agama Jengsan yang didirikan oleh Kang Ii Sun pada tahun 1902.
Setelah abad 11, agama Buddha yang semula hanya dipeluk oleh para aristrocat dari dinasti Silla kemudian diterima oleh masyarakat umum berkat usaha-usaha yang dilakukan bhiksu-bhiksu Yi Tien, P’u Chao, dan lain-lain.
Bhiksu Yi Tien terkenal dengan editing katalog kitab Tripitaka Cina, setelah belajar agama Buddha di Cina dan menyebarkan pandangan  aliran Houa Yen dan Tien Tai di Korea. Bhiksu Yi Tien juga menulis beberapa naskah agama Buddha dalam bahasa Korea. Sedangkan bhiksu P’u Chao memperkenalkan ajaran Zen di Korea. Ajaran Zen ini dalam sejarah Korea mencatat peranan penting.
Ketika Yi Seong Gye, pendiri dinasti Joseon, mengadakan pemberontakan dan memproklamirkan dirinya sebagai raja pada tahun 1392, ia mencoba menghapus seluruh pengaruh agama Buddha dari pemerintahan serta mengadopsi Konfusianisme sebagai pedoman pengelolaan negara dan moralitas. Sepanjang lima abad pemerintahan Dinasti Joseon, segala upaya untuk menghidupkan kembali agama Buddha mendapat perlawanan keras dari para cendekiawan dan pejabat Konfusian. Pada tahun 1910 M, Jepang mengambil alih pemerintahan Joseon secara paksa sebagai penjajah, Jepang melakukan upaya-upaya untuk mengasimilasi kepercayaan local dengan agama Buddha. Namunupaya-upaya ini gagal dan bahkan berakibat pada bangkitnya minat akan agama Buddha pribumi di antara rakyat Korea.
Meski sering terjadi pergantian penguasa di Korea, akan tetapi ke eksistensian agama Buddha masih tetap terjaga, hal ini karena penduduk Korea sudah banyak yang memeluk agama Buddha, dan menjadi agama turun temurun.
  1. B.     Agama Buddha di Korea Zaman Modern
Kebudayaan yang mereka kembangkan dengan Buddhisme telah membuat kebudayaan Tiga Kerajaan berkembang pesat. Terutama di Silla dan Pakche. Agama Buddha menjadi pondasi spiritual sehingga banyak  yang dibangun.
Seni Buddhisme pun berkembang pesat dan banyak patung Buddha yang dibuat.  Dengan meningkatnya pengaruh Buddhisme, hubungan Korea dengan negara lain pun berkembang. Kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi yang diimpor dari Cina, India dan berbagai negara ikut memperkaya kebudayaan Korea.  Pada masa Tiga Kerajaan, yang manfaat ilmunya dirasakan oleh masyarakat Korea sampi sekarang.
Pada beberapa dekade terakhir ini, telah terjadi semacam kebangkitan kembali yang melibatkan upaya-upaya untuk menyesuaikan ajaran Buddha dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat modern. Bila sebagian besar  biarawan tinggal di daerah-daerah pegunungan, mendalami dalam disiplin diri dan meditasi, beberapa biarawan turun ke kota-kota untuk menyebarkan ajaran agama mereka. Terdapat sejumlah besar biarawan yang mengadakan penelitian-penelitian mengenai agama baik di dalam maupun di luar Korea.
Berbeda dengan agama Buddha Hinayana yang mengejar kebenaran pribadi dan kebebasan dari nafsu duniawi, agama Buddha di Korea bersifat agama Buddha Mahayana untuk menyelamatkan masyarakat awam.
Agama Buddha di zaman Korea modern menganut sekte Buddha Zen dengan mempercayai Buddha Amitabha atau Bodhisatva Maitreya.
Sekte Zen jelas sekali telah mengalami perkembangan dengan banyaknya warga negara asing yang mengikuti jejak biarawan-biarawan Korea yang dipuja-puja melalui latihan di Kuil Songgwangsa di Provinsi Jeollanam-do dan pusat-pusat aliran Zen di Seoul dan kota-kota propinsi.
Hingga sampai saat ini agama Buddha di Korea masih tetap hidup dan para pemeluknya semakin bertambah. Agama Buddha di jadikan agama negara oleh pemerintah Korea, dan di lindungi dari diskriminasi-diskriminasi oleh pihak-pihak yang tidak suka dengan agama Buddha.
Meskipun agama Buddha merupakan agama asing, namun agama Buddha berkembang bersama dengan budaya tradisional dan agama kepercayaan masyarakat Korea. Agama Buddha ditetapkan sebagai agama negara di masa pemerintahan kerajaan Silla, dan kerajaan Koryo, tapi penetapan itu tidak pernah berubah hingga sekarang.
Di masa modern agama Buddha dan agama Kristen mapan sebagai agama utama, sedangkan agama Daejonggyo, agama Dangun dan sebagainya sebagai agama minor, serta Shamanisme masih berakar bagi masyarakat awam.
Di masa kini agama Buddha adalah agama terbesar di Korea dengan dianut lebih dari 40%  pemeluk agama di masyarakat Korea.

BAB III
AGAMA BUDDHA DI JEPANG
Sebelum agama Konfusius dan agama Buddha memasuki Jepang, keadaan agama Jepang belum terorganisasi dan hanya merupakan kumpulan tanpa nama dari berbagai pemujaan alam, arwah nenek moyang, dan shamanisme.
Kehidupan social masyarakat Jepang saat itu tergambar dalam istilah matsurigoto, Hampir-hampir tidak ada pemisah antara agama dan Negara. Semua gejala alam dianggap mempunyai sifat animis dan dalam setiap benda dianggap mempunyai roh (spirit). Tiap-tiap suku mempunyai dewa tersendiri yang kadang-kadang dianggap sebagai nenek moyangnya. Kepala suku bukan saja bertindak sebagai pimpinan politik, tetapi juga sebagai pendeta yang tinggi.
Sungguhpun pengaruh dan peranan agama Buddha di Jepang demikian kuat, namun agama asli tidak musnah. Di Jepang agama Buddha mula-mula hanya menjadi agama golongan elite, karena untuk memahami ajaran-ajaran filsafatnya yang ruwet dan rumit diperlukan kepandaian yang tidak sedikit. Di samping itu agama tersebut mula-mula mempergunakan bentuk-bentuk bangunan, tradisi, upacara keagamaan dan bahasa model Cina. Oleh karena itu agama Buddha hanya pelan-pelan saja menerobos ke dalam lingkungan rakyat Jepang.
Penerapan ajaran agama Buddha dari Cina oleh Jepang banyak yang mencari latar belakangnya pada karakter kebudayaan Cina, di mana agama Buddha di terima oleh keluarga kaum aristrocrat. Golongan aristrocrat di Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual.
  1. A.    Awal Masa Sejarah dan Perkembangannya
Seorang kaisar Jepang yang pertama kali dan sebagai kepala suku Yamato yang pertama yaitu Jimmu Tenno, sepakat untuk memeluk agama Shinto yang pada saat itu merupakan agama baru dimasa itu. Simbol-simbol tradisional kekuasaan para penguasa suku Yamato terdiri dari tiga macam benda yaitu cermin, permata, dan pedang. Ketiga benda tersebut menjadi simbol kekuasaan yang diberikan oleh Amaterasu kepada cucunya, yaitu Ninigi No Mikoto. Benda-benda tersebut melambangkan matahari, bulan, dan kilat.
Pada saat Jepang yang  sudah merupakan sebuah Negara bermaksud untuk membentuk sebuah persekutuan dengan korea. Antara abad ke 3 dan ke 6, Jepang mulai menerima berbagai pengaruh dari luar melalui hubungan dengan Korea. Pada tahun 405 M, seorang sarjana bangsa Korea yang bernama Wani memperkenalkan ajaran-ajaran etika agama Konfusius. Berbagai paham dualisme agama Tao juga dimasukkan ke Jepang.
Akan tetapi semua unsur luar yang masuk ke Jepang masa periode ini tidak ada satupun yang dibawa atas nama agama. Hubungan dengan Korea dan Cina melalui ekspedisi-ekspedisi kecil juga membawa Jepang berhubungan dengan agama Buddha. Maka sejak saat itu penyiar dan sarjana agama Buddha dari Korea dan Cina berdatangan memasuki Jepang. Mereka membawa serta kebudayaan asing yang lebih tinggi dari kebudayaan asli.
Agama Buddha masuk ke Jepang pada tahun 853 atau abad ke-4 M. Kerajaan korea mengirimkan delegasi kepada kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa sebuah hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama Buddha.
Sebenarnya dikalangan para pemimpin dan rakyat umum ada yang menentang terhadap masuknya agama Buddha ini. Mereka tidak setuju jika kaisar memeluk agama tersebut, sebab khawatir hal itu akan menyebabkan timbulnya kemurkaan dari para dewa. Akan tetapi kalangan orang-orang Jepang yang berfikiran liberal merasa tertarik oleh kelebihan agama baru itu dibandingkan dengan agama bangsa sendiri. Perbedaan ini menimbulkan konflik yang berkepanjangan, yang pada akhirnya dimenangkan oleh pihak liberal.
Suku soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena dianggap menghina kepercayaan terutama para dewa mereka.
Tokoh utama dalam penyebaran agama Buddha di Jepang adalah pangeran Shotoku Taishi (547-621 M). Ia juga menetapkan agama Buddha sebagai agama Negara, menerjemahkan kitab suci Sadharma Pindarika, Vimalakirti, dan Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat Buddhis di Jepang.
Pangeran Shotoku juga merupakan orang Jepang yang pertama yang bersungguh-sungguh memahami pemikiran agama Buddha dan memeluk agama tersebut dengan penuh kepercayaan. Unsur terpenting yang dibawa agama Buddha ke Jepang adalah prinsip transenden dan pembelakangan dunia. Karena itu pangeran Shotoku mengemukakan bahwa “dunia adalah palsu; kebenaran hanyalah Buddha sendiri”. Kemudian dia juga membuat undang-undang yang terkenal dengan sebutan Undang-Undang 17 Pasal.
Meskipun konsep-konsep moral yang terdapat dalam undang-undang itu banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Konfusius, namun dasar utamanya adalah pengajaran agama Buddha.
Pasal ke 2 petunjuk-petunjuk moral yang dikeluarkan oleh pangeran Shotoku menyebutkan antara lain: “Menghormati dengan tulus ikhlas terhadap tiga hal yang utama, yaitu Buddha, Undang-undang, dan Tempat Peribadatan. Karena ini semua objek kepercayaan yang terpenting diseluruh negeri”.
Pada masa pangeran Shotoku berkuasa, agama Buddha menguasai kehidupan agama di kalangan istana. Dan pada tahun 604 M sudah menjadi agama negara. Pada tahun 607 M, di Horyuji didirikan kelenteng agama Buddha yang pertama di Jepang. Kelenteng tersebut kemudian menjadi pusat tempat studi orang-orang Buddha.
Pada periode selanjutnya, yaitu pada masa pemerintahan Asuka (592-628) banyak diantara golongan masyarakat yang terpandang yang memeluk agama Buddha dan saling berlomba-lomba dalam mendirikan kelenteng-kelenteng. Ia juga mengirimkan pelajar-pelajar Jepang ke Korea dan Cina untuk mempelajari agama Buddha, seni dan ilmu pengetahuan.
Setelah masa pemerintahan Asuka berakhir, maka periode selanjutnya digantikan oleh pemerintahan Nara (710-7840). Dalam masa pemerintahan Nara, agama Buddha mengalami perkembangan pesat, karena banyak suku-suku yang berpengaruh dan bangsawan-bangsawan terpandang memeluk agama Buddha. Pengaruhnya terhadap tata administrasi pemerintahan juga cukup besar. Di samping itu para penguasa juga menganggap bahwa agama Buddha dapat dijadikan sebagai sarana yang paling tepat untuk mencapai kesejahtraan hidup bangsa.
Oleh karena itu pemerintah memberikan bantuan terhadap agama Buddha, sedemikian besar perhatian pemerintah terhadap agama Buddha, sehingga pada tahun 655 M dikeluarkan sebuah ketetapan pemerintah yang mengharuskan kepada setiap keluarga Jepang untuk mendirikan bustudan. Periode Nara juga ditandai dengan munculnya beberapa sekte dalam agama Buddha di Jepang, yaitu:
  1. Shingon
  2. 2.      Hosso              Tergolong dalam sekte Mahayana
  3. Kegon
  4. Jojitsu
  5. Kusha              Tergolong dalam sekte Theravada
  6. Ritsu
Sekte Kegon (Huan Yen) memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Sekte Kegon adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang berwujud di dalam tubuh Sang Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada Avatamsamkasutra.
Sekte Ritsu terutama lebih menitik beratkan pada displin pendidikan dan pemikiran vinaya serta semata-mata merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa yang diajarkan Lotsu Sutra dan penekannya pada peranan umat seperti termaktub dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal ini jelas bahwa raja dan rohaniawan juga ikut campur dan aktif di dalam politik.
Walaupun sekte Hasso telah mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa diselamatkan akan tetapi sekte ini menekankan adanya perlindungan dan penyelamatan alam. Agama Buddha yang berkarakter asli budaya Jepang terus berlangsung dan dapat didengar, baik dalam pendidikan dan pemikirannya pada masa Huan. Komplek vihara Tendai di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Sekte Shingon adalah satu bentuk dari Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang oleh bhiksu Kukai di awal abad ke 9. Agama Buddha Shingon menentukan penyatuan para pemeluknya dengan Buddha dalam berbagai macam bentuknya, upacara maupun meditasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, sekte Buddhis Ritsu dan Shingon bercampur baur dengan agama Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha, maka terjadilah persekutuan pemujaan. Sehingga terjadi asimilasi kepercayaan antara agama Buddha dengan agama Shinto.
Di antara keenam sekte itu, tiga diantaranya masih hidup sampai sekarang. Yaitu sekte Hosso dengan pusatnya di kelenteng Kofukuji dan Yakushiji; sekte Kegon dengan pusat di kelenteng Todaiji; sekte Ristu yang berpusat di kelenteng Toshodaiji.
Pada periode berikutnya, yaitu ketika masa kekuasaan dinasti Heian (794-1185 M), muncul usaha-usaha untuk memadukan kepercayaan dan tradisi asli Jepang dengan agama Buddha. Antara lain melalui ajaran:
  1. Saicho
Ajaran ini yang kemudian dikenal dengan sebutan Dengyo Daishi. Mengajarkan bahwa sebenarnya dewa-dewa agama Buddha adalah sama dengan dewa-dewa agama Shinto, yang disebut Kami. 
  1. Kukai
Ajaran ini yang kemudian juga dikenal dengan sebutan Kobo Daishi. Mengajarkan bahwa dewa tertinggi dalam agama Shinto adalah sama dengan dewa tertinggi dalam agama Buddha sehingga tidak ada perbedaan  antara pemujaan terhadap Buddha dengan pemujaan terhadap agama Shinto.
Memasuki abad ke 13 M, beberapa sekte baru dan merupakan sekte besar bermunculan di Jepang, karena terjadi gejolak perselisihan dan perebutan kekuasaan antara para penguasa Negara. Sekte-sekte baru tersebut antara lain:
  1. I.            Sekte Zen
Sekte ini mempunyai jalur asal dengan ajaran Boddhidharma di Cina. Berdirinya sekte Zen bertujuan untuk memindahkan pikiran Buddha secara langsung ke dalam pikiran para pemeluknya dan mengajarkan bahwa pencerahan hanya dapat diperoleh melalui pemikiran yang intuitif.
Sekte Zen kemudian terbagi lagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
  1. Soto Zen dengan tokohnya Dogen. Sekte ini banyak dianut oleh kalangan petani dan bergerak dalam kegiatan social, memiliki perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang cukup banyak.
  2. Rinzai dengan tokohnya Eisai. Sekte ini berkembang di kalangan militer dan golongan aristrokat serta menjadi tulang punggung kelas penguasa dan militer.
  3. II.            Sekte Amida
Sekte ini dikenal juga dengan sebutan Tanah Suci. Sekte Amida mengemukakan suatu ajaran keselamatan  dengan cara mempercayai kepada Buddha secara mutlak dan dengan menyebut Amida orang akan memperoleh keselamatan.
  1. III.            Sekte Nichiren Sozu
Sekte ini didirikan oleh Nichiren. Mempunyai ajaran yang bertujuan untuk mengembalikan agama Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikan dasar bagi perbaikan masyarakat Jepang, dan menolak ritualisme dan sentimentalisme sekte Amida, melawan semua kesalahan, agresif, dan bersifat eksklusif.
Pada masa pemerintahan Tokugawa, yang dikenal sebagai masa kedamaian di Jepang, agama Buddha dijadikan agama resmi Negara, meskipun pemikiran keagamaan tidak berkembang sebagimana abad-abad sebelumnya. Pemerintah juga mengatur kehidupan keagamaan dan menggunakannya untuk memelihara tata tertib social dan kehidupan spiritual bangsa.
Namun dengan diberlakukan system pemerintahan seperti itu, menyebabkan rakyat menjadi kurang  senang terhadap para penguasa dan mendorong timbulnya sekte-sekte baru dalam agama asli Jepang yang berusaha untuk mengembalikan masyarakat Jepang kepada kepercayaan asli mereka, yaitu agama Shinto.
  1. B.     Agama Buddha di Jepang Zaman Modern
Karena secara geografis terletak pada ujung jalur sutra, Jepang bisa menyimpan banyak aspek agama Buddha ketika agama ini mulai hilang dari India dan selanjutnya di Asia Tengah serta Tiongkok.
Buddha Zen merupakan suatu sekte yang sangat berpengaruh di negara tersebut. Membicarakan tentang Buddha di Jepang umumnya selalu merujuk kepada sekte Buddha Zen. Demikian juga halnya dengan budaya yang sama sekali tidak bisa dipisahkan dari peran Buddha Zen.
Kuil Buddha di negara ini selain berfungsi sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai tempat wisata. Untuk kuil tertentu yang bernilai historis tinggi dan banyak dikunjungi oleh wisatawan, setiap pengunjung dikenakan tiket masuk, dan aturan ini berlaku tanpa perkecualian. Jadi, baik yang datang untuk tujuan berdoa ataupun tidak sama saja. Wisatawan yang dimaksud kebanyakan adalah orang Jepang sendiri dan sebagian besar dari mereka akan menyempatkan diri untuk berdoa. Bangunan kuil di Jepang umumnya sangat indah dan sebagian besar terbuat sepenuhnya dari kayu dan sudah berumur ratusan tahun.
Untuk para rahib, mereka diharuskan menjalani meditasi dan berbagai pantangan yang sangat ketat. Umumnya para rahib Buddha makan hanya dua kali sehari. Jadi jam makan, tidur dan juga bangun diatur dengan sangat ketat. Berjalan juga dianggap sebagai bagian dari meditasi atau etika sehingga cara berjalan pun harus dipelajari, misalnya berjalan dengan tidak menimbulkan suara berisik.
Walaupun kehidupan masyarakat Jepang sudah sangat modern, banyak dipengaruhi dari dunia luar, akan tetapi tradisi keagamaan dan budaya mereka tetap eksis, hal ini karena masyarakt Jepang selalu menjaga warisan dari para leluhur mereka.
»»  READMORE...