Daftar Bacaan

Friday, June 15, 2012

TANTRAYANA

0 comments


Wajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Wajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Wajrayana, latihan meditasi sering di barengi dengan visualisasi.


Istilah "Wajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Wajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di bumi, maka istilah Wajrayana dapat bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak".


Buddhadharma atau Buddhisme mulai masuk ke Tibet sekitar abad ketujuh pada masa pemerintahan Raja Songtsen Gampo. Pada abad kedelapan, Buddhisme mulai berakar di Tibet, yaitu pada masa pemerintahan Raja Trisong Detsen. Acharya Padmasambhava dan Abbot Shantirakshita membantu Raja untuk membawa dharma ke Tibet dan menerjemahkan ajaran-ajaran Buddha ke dalam bahasa Tibet. Semua ajaran dan praktik Buddhisme Tibet berasal langsung dari Buddha Sakyamuni. Tidak dapat dipungkiri bahwa ajaran yang berada di Tibet mempunyai hubungan ke suatu tradisi di India. Vajrayana memiliki 4 tradisi atau silsilah, yakni: Silsilah Nyingmapa, Silsilah Sakyapa, Silsilah Kagyudpa, dan Silsilah Gelugpa.


Silsilah Nyingmapa

Silsilah Nyingma (sering disebut silsilah Terma) merujuk pada Buddha Samantabhadra, Vajrasattva, dan Garab Dorje dari Uddiyana. Sosok yang paling penting dalam Nyingma adalah maha guru dari India Guru Padmasambhava, sebagai pendiri dari silsilah Nyingma, yang datang ke Tibet di abad kedelapan. Padmasambhava diundang oleh Raja Mindrolling Trichen Trisong Deutsan (742-797) untuk memusnahkan kekuatan jahat dan mendirikan pusat pengajaran agama Buddha di Tibet. Ia dikenal dengan nama Guru Rinpoche (guru yang amat berharga). Selama bertahun-tahun Guru Rinpoche dan Abbot Shantarakshita mengajarkan sutra dan tantra secara menyeluruh di Tibet. Padmasambhava menyembunyikan secara gaib ratusan Terma (ajaran dan petunjuk) dalam bentuk: kitab suci, gambar, artikel / teks upacara agama, yang hanya dapat ditemukan oleh orang tertentu yang memiliki pencapaian, pada masa depan. Sebagian dari Terma ini telah ditemukan, dan diajarkan secara rahasia dari guru ke murid. Maka muncullah istilah silsilah Terma (wahyu). Pimpinan Nyingma saat ini adalah Yang Mulia Mindrolling Trichen Rinpoche, yang mendirikan biara Mindrolling di Clementown, Dehradun, India.
Silsilah Sakyapa
Silsilah Sakya dimulai dari seorang yogi besar India, Virupa (abad ke-9), salah satu dari 84 Mahasiddhas yang amat terkenal dan memiliki pencapaian serta dapat melakukan berbagai keajaiban. Melalui Gayadhara (994-1043) silsilah ajaran diturunkan kepada seorang murid Tibet bernama Drokmi Lotsawa Shakya Yeshe (992-1072 ). Drokmi Lotsawa kemudian menurunkan silsilah ajaran kepada murid utamanya, Khon Könchok Gyalpo (1034-1102), yang membangun biara besar di wilayah Tsang, di pusat Tibet. Tradisi garis silsilah Sakya berhubungan erat dengan keluarga Khon, yang menurut sejarahnya berasal dari mahluk sempurna yang memiliki pencapaian tinggi. Silsilah ini berlanjut terus hingga sekarang sejak masa Könchok Gyalpo (1034-l102), sebagai pendiri tradisi sakya. Pimpinan silsilah ajaran Sakya saat ini adalah Yang Mulia Sakya Trizin (Ngakwang Kunga Thekchen Palbar Samphel Ganggi Gyalpo), yang lahir pada tahun 1945 di Tsedong, Tibet. Yang Mulia Sakya Trizin tinggal di Rajpur, India dan melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran silsilah Sakya demi kebahagiaan semua mahluk. Pada tahun 1974, Yang Mulia Sakya Trizin menikahi Dakmo Tashi Lhakyi dan memiliki dua anak, Ratna Vajra Rinpoche (lahir tahun 1974) dan Jnana Vajra Rinpoche (lahir tahun 1979).

Silsilah Kagyudpa

Silsilah Kagyud dimulai dari Mahasiddha agung Tilopa (988-1069), salah satu dari 84 mahasiddhas besar India, yang pertama kali mengembangkan wawasan spontan. Pencapaian ini diperoleh melalui methoda yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni hanya kepada murid terdekat beliau. Tilopa sendiri sebenarnya bukanlah manusia biasa. Ketika Tilopa masih muda, ada sosok Dakini bertampang seram yang menampakkan diri di hadapannya. Tilopa menanyakan status, asal-usul dan keluarganya, dan Dakini ini menjawab : “Negrimu adalah Udiyana, ayahmu adalah Chakrasamvara, ibumu adalah Vajrayogini”. Tilopa kemudian menurunkan garis silsilah Kagyu kepada Naropa (1016-1100) dan diteruskan kepada Marpa Lotsawa (1012-1097), berlanjut kepada Milarepa (1052-1135) seorang yogi yang amat terkenal di Tibet, yang mencapai pencerahan dalam 1 kehidupan (Malarepa awalnya adalah seorang dukun aliran Bon yang berilmu amat tinggi, yang telah membunuh penduduk sebuah desa dengan jalan menciptakan batu besar dan menjatuhkannya dari langit, serta menciptakan kalajengking dan kelabang sebesar sebuah rumah). Milarepa memperoleh pencerahan dibawah bimbingan yang amat keras dari gurunya, Marpa Lotsawa. Karena keuletan dan devosi yang besar terhadap Dharma, Milarepa berlatih dengan keras, tanpa mengenal lelah setiap detik, hingga tidak memikirkan makan serta hal duniawi lainnya. Dengan memperhatian pikiran yang muncul, membuang semua noda batin, akhirnya Milarepa mampu mencapai pencerahan hanya dalam 1 kehidupan dan memiliki banyak sekali kemampuan supra natural. Milarepa menurunkan silsilah pada Gampopa (1079-1153), yang kemudian diturunkan kepada Karmapa I – Dusum Kyenpa (1110-1193) dan berlanjut hingga sekarang pada Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje (lahir tahun 1985). Silsilah Kagyud dapat dibagi menjadi 4 aliran besar dan 8 aliran kecil. Keempat aliarn besar tersebut adalah : Phaktru ('phag gru) Kagyud, Kamtsang (kam tshang) atau disebut juga Karma (kar ma) Kagyud, Tsalpa (tshal pa) Kagyud, Barom ('ba' rom) Kagyud. Sedangkan 8 aliran kecil merupakan subbagian dari Phaktru Kagyud, yaitu : Drikhung Kagyud, Drukpa Kagyud, Taklung Kagyud, Yasang Kagyud, Trophu Kagyud, Shuksep Kagyud, Yelpa Kagyud, serta Martsang Kagyud. Pimpinan dari Silsilah Kagyud saat ini adalah Yang Mulia Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje, yang merupakan reinkarnasi ke 17 Karmapa, dan sekarang hidup di pengasingan di India. Ia di yakini sebagai emanasi dari Bodhisattva Chenrezig, dan akan menjadi Buddha ke 6 yang membabarkan dharma pada masa yang akan datang, dengan nama Buddha Simha (setelah Boddhisatva Maitreya sebagai Buddha ke 5 – yang akan lahir kembali terakhir kali sebagai pangeran Ajita). Buddha Sakyamuni - yang terlahir sebagai pangeran Sidharta Gautama - merupakan Buddha ke 4, Buddha saat ini (akan ada 1002 Buddha dalam Kalpa ini). Buddha Simha (H.H. Karmapa) ini telah diramalkan oleh Sang Buddha sendiri dan tertulis dalam Bhadrakalpa Sutra (ditulis dalam bahasa Sanskerta).

Silsilah Gelugpa

Silsilah Gelugpa berasal dari tradisi Kadampa, yang di ajarkan oleh guru besar dari India, Atisha (982-1054). Silsilah Gelugpa ini didirikan oleh seorang guru besar Tibet, Je Tsongkhapa Lobsang Drakpa (1357-1419). Je Tsongkhapa mendirikan biara Gaden (Drok Riwo Ganden) yang menjadi pusat pengajaran silsilah Gelug. Pimpinan silsilah Gelug disebut dengan Gaden Tripa Rinpoche (pemegang takhta). Yang Mulia Gaden Tripa Rinpoche saat ini adalah Khensur Lungri Namgyel, yang merupakan pemegang silsilah ke 101 dari Gaden Tripa (sejak 2003).
Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Yang Mulia Dalai Lama XIV. Beliau selain sebagai seorang spiritual, juga seorang tokoh politik Tibet yang disengani berbagai pihak, termasuk negara barat. Dalai Lama XIV saat ini hidup di pengasingan, di Dharamsala (India).
Sumber: http://id.wikipedia.org

»»  READMORE...

MAHAYANA

0 comments


Mahayana (berasal dari bahasa Sanskerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
  1. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalahTheravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
  2. Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual[1] (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana [2]) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.[3]
  3. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1,[4], atau abad ke 1 SM. [5][6] Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul pada catatan prasasti di India. [7] Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah CinaJepang,Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land", ZenNichirenSingonTibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.
Antara abad 1 SM hingga 1 M, kedua istilah Mahayana dan Hinayana muncul di Sutra Saddharma Pundarika atau Sutra Teratai Ajaran Kebajikan.
Kira-kira pada abad ke-2 M, Mahayana barulah didefinisikan secara jelas. Nagarjuna mengembangkan filosofi “kekosongan” Mahayana dan membuktikan bahwa segala sesuatunya adalah “Kosong” dalam buku kecil “Madhyamika-karika”. Kira-kira pada abad ke-4, Asanga dan Vasubandhu banyak menulis buku-buku Mahayana. Setelah abad ke-1 M, kaum Mahayana meneguhkan pendiriannya dan setelahnya istilah Mahayana dan Hinayana mulai dikenal.
Pada abad ke-7, bhiksu asal Cina, I-Tsing, menggambarkan situasi di India saat itu dengan kata-kata, "... Siapapun yang memuja Bodhisattva dan mempelajari sutra Mahayana disebut Mahayanist, sedangkan yang tidak disebut Hinayanist..." sedemikian sederhananya. Maka pada dasarnya dapat kita simpulkan bahwa istilah Hinayana tidak merujuk pada suatu aliran tertentu.
Hinayana dan Theravada bukanlah suatu istilah yang sama. Theravada mengacu pada Buddhisme yang masuk ke Sri Lanka menjelang abad ke-3 SM di saat belum ada Mahayana pada masa itu. Aliran Hinayana dikembangkan di India dan terlepas eksistensi dari aliran Buddhisme yang ada di Sri Lanka. Saat sekarang tidak ada lagi aliran Hinayana di belahan dunia manapun. Oleh karena itu, pada tahun 1950 World Fellowship of Buddhists yang dibentuk di Kolombo secara mutlak memutuskan bahwa istilah Hinaya harus dikeluarkan bila mengacu pada Buddhisme yang ada sekarang di Sri Lanka, Thailand, Myanmar, Kamboja, Laos, dan lainnya. Inilah sejarah singkat mengenai Theravada, Mahayana dan Hinayana.
Perlu dicatat bahwa tidak ada perbedaan mendasar di antara ajaran Mahayana dan Theravada. Hal ini bisa dicermati dari ajaran yang sama persis mengenai:
  • Diakuinya Buddha Sakyamuni sebagai Guru
  • Empat Kesunyataan Mulia
  • Delapan Jalan Tengah
  • Paticca-Samuppada atau Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan
  • Keduanya tidak mengakui adanya mahluk yang menciptakan atau mengatur dunia ini
  • Keduanya menerima Anicca, Dukkha, Anatta dan Sila, Samadhi, Panna
Ajaran di atas adalah ajaran paling mendasar dalam Buddhisme.
Terdapat beberapa hal yang membuat keduanya berbeda. Banyak yang mengatakan bahwa Mahayana adalah untuk mencapai Bodhisattva yang membuka jalan menuju Kebuddhaan, di mana Theravada adalah untuk mencapai Arahat. Perlu digarisbawahi bahwa Buddha adalah juga seorang Arahat. Pacceka Buddha juga adalah Arahat. Seseorang pengikut bisa juga menjadi Arahat. Teks Mahayana tidak pernah menggunakan istilah Arahant-yana, jalan Arahat. Tetapi menggunakan tiga istilah: Boddhisattvayana, Prateka-Buddhayana dan Sravakayana. Dalam tradisi Theravada, ketiganya dikenal sebagai Bodhi.
Ada yang berpendapat bahwa Theravada adalah egois karena mengajarkan orang untuk menyelamatkan diri sendiri. Apakah orang egois bisa mencapai Penerangan? Kedua aliran sama-sama menganut tiga yana atau bodhi tetapi menganggap Boddhisattva sebagai pencapaian tertinggi. Mahayana menciptakan Bodhisattva-Bodhisattva sedangkan Theravada menganggap seorang Bodhisattva adalah salah satu di antara kita yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk mencapai kesempurnaan, yang tujuan utamanya adalah Penerangan Sempurna untuk kebahagiaan mahluk di dunia. Teks-teks Mahayana sendiri menyebutkan bahwa tujuan para Bodhisattva ialah mencapai ke-Buddha-an demi menolong semua mahkluk, karena hanya dengan menjadi Buddha yang sempurna maka seseorang memiliki kemampuan mencerahkan mahkluk lain. Tanpa diri sendiri mencapai pencerahan terlebih dahulu, bagaimana mungkin dapat mencerahkan mahkluk lain?
Dengan makin terbukanya informasi, saat ini makin banyak teks-teks Pali yang dapat diakses. Dan terbukti dalam tradisi Pali pun dapat ditemukan teks-teks mengenai jalan Bodhisattva dalam kumpulan cerita Jataka dan kitab komentar yang menyebutkan mengenai berbagai jenis Bodhi. Jadi, Theravada juga mengenal jalan Bodhisatta, jalan Sammasambodhi, setidaknya dalam bentuk kisah penyempurnaan 10 Parami. Ketidakpopuleran ide sammasambodhi ini tidaklah serta merta berarti Theravada tidak mengenal jalan Bodhisatta.
Para guru besar berbagai aliran saat ini juga mengajarkan bahwa semua aliran Buddhis memiliki pendekatan berbeda, tetapi pada akhirnya akan mencapai realisasi yang sama. Bila debat filosofis terus dilanjutkan tentu semua aliran akan terus berpegang pada pandangan masing-masing. Akan tetapi saat semua melihat ke dalam realita, pengalaman langsung yang didapat dari praktik meditasi, maka semua akan mengalami realita yang demikian tak terbantahkan, anicca-anatta, pandangan terang yang mengakhiri dukkha.
Sumber: http://id.wikipedia.org  
»»  READMORE...

KONSEP TENTANG ALAM

0 comments


Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama(hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis),kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).[1]
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan kata sankhata adalahsankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya)selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, danokasaloka.
Ø  Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Ø  Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi a. kamaloka, b. rupaloka, danc. arupaloka.
a.       Kamaloka
Kamaloka meliputi sebelas alam, yaitu :
1.      Alam para Dewata yang menikmati ciptaan-ciptaan lain
2.      Alam para dewata yang menikmati ciptaannya sendiri
3.      Alam para dewata yang menikmati kesenangan
4.      Alam dewata Yama
5.      Alam 33 dewata
6.      Alam tempat maharaja
7.      Jagat manusia
8.      Dunia hewan
9.      Dunia makhluk yang tidak bahagia
10.  Dunia setan
11.  Daerah neraka.
Alam ini terdiri dari bahan-bahan kasar dan unsur-unsur tanah, air, api dan udara, dan dialami oleh makhluk-makhluk yang bebadan kasar atau jasmani. Di bawah sekali dari alam ini terletak neraka yang dingin dan panas. Diatasnya terletak bidang keping bumi dengan daratan dan lautan yang terkumpul di sekeliling gunung Meru. Disini hidup binatang, manusia, hantu dan badan-badan halus yang jahat. Disekitar meru beradalah matahari, bulan dan bintang-bintang. Diatas meru tinggal berbagai golongan dewa. Dewa lainnya berada di alam yang tinggi, di dalam istana yang melayang-layang. Namun mahluk ini masih tetap berada dalam lingkungan kamma.
b.      Rupaloka
Rupaloka atau alam bentuk, terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadhi. Para Bhikkhu itu yang sedang besamadhi dapat berhubungan dengan mahluk-mahluk yang terdapat dalam alam-alam ini, sebab paradewa yang tinggal didalamnya masih mempunyai badan yang lebih halus tetapi berada diatas hawa nafsu.
c.       Arupalokka
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi. Alam ini terdiri dari,
1.      Alam bukan persepsi dan bukan non-persepsi
2.      Alam pengetahuan kekosongan
3.      Alam kesadaran yang tidak terhingga
4.      Alam ketidak terhinggaan ruang.
Ø Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanent.[2]


[1]http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/ 12-03-2012/15.33
[2]Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), 
»»  READMORE...

TOKOH-TOKOH BUDDHA

0 comments


Salah satu catatan sejarah yang sangat penting untuk mengetahui sejarah kerajaan Buddha, khususnya Sriwijaya adalah catatan sejarah I-Tsing. I-Tsing adalah seorang pendeta Buddha dari Cina. Pada tahun 671, beliau pergi ke India untuk mempelajari ajaran Buddha. Beliau singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk mempelajarai tata bahasa Sansekerta. Ketika kembali dari India I-Tsing, tinggal di Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina. Pada tahun 689, I-Tsing pulang ke Kanton. Beliau menjemput empat orang pembantunya. Kemudian beliau kembali lagi ke Sriwijaya. Beliau menyelesaikan dua buah karya tulis termasyhur, yaitu Catatan Ajaran Agama Buddha yang dikirim dari Laut Selatan dan Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India pada zaman Dinasti Tang.

1. Balaputradewa

Balaputradewa adalah raja Sriwijaya yang memerintah sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi. Beliau berasal dari keluarga Syailendra, yang berkuasa di Pulau Jawa mulai sekitar tahun 750. Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira dan ibunya bernama Tara. Balaputradewa kemudian bergelar Sri Wirawairimathana. Pada zaman pemerintahan Balaputradewa, Sriwijaya menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Semenanjung Malaya, dan Cina. Karena itu, nama Balaputradewa juga dikenal di negeri lain. Di daerah Nalanda, India, nama Balaputradewa terpahat pada prasasti di antara puing suatu wihara kuno. Di situ tercantum Suwarnadwipa, sebutan lain bagi Pulau Sumatra atau Kerajaan Sriwijaya.

2. Sakyakirti

Sakyakirti adalah seorang mahaguru agama Buddha yang ada di Kerajaan Sriwijaya. Menurut kesaksian I-Tsing Sriwijaya telah menjadi pusat agama Buddha. Di sana ada lebih dari seribu pendeta yang belajar agama Buddha. Diperkirakan di Sriwijaya sudah berdiri sebuah perguruan Buddha. Perguruan ini mempunyai hubungan baik dengan perguruan Buddha yang ada di Nalanda, India.

3. Kertanegara

Kertanegara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Beliau adalah cicit Ken Arok. Kertanegara memerintah tahun 1268-1292. Kertanegara bergelar Maharajadhiraja Sri Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa. Kertanegara adalah raja yang sangat terkenal baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Dalam bidang politik, Jayanegara dikenal sebagai raja yang menguasai ilmu ketatanegaraan dan mempunyai gagasan memperluas wilayah kerajaannya. Kertanegara menganut agama Buddha Tantrayana Tahun 1275 Kertanegara mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Pengiriman pasukan itu dikenal dengan ekspedisi Pamalayu. Ketika Kertanegara memerintah, Kerajaan Singasari sempat menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Jawa Barat (Sunda), Madura, Bali, dan Gurun (bagian Indonesia Timur). Pemerintahan Kertanegara berakhir ketika diserang oleh Jayakatwang dari Gelang-gelang. Setelah Kertanegara gugur, seluruh kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.

Source: www.ugino230171.wordpress.com
»»  READMORE...

KONSEP TENTANG MANUSIA

0 comments


Dalam ajaran agama Buddha, manusia menempati kedudukan yang khusus dan tampak memberi corak yang dominan pada hampir seluruh ajarannya. Kenyataan yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari merupakan titik tolak dan dasar dari seluruh ajaran Buddha. Hal ini dibicarakan dalam ajaran yang disebut tilakhana (Tiga corak umum agama Buddha), catur arya satyani (empat kesunyataan mulia), hukum karma (hukum perbuatan), dan tumimbal lahir (kelahiran kembali).
Manusia, menurut ajaran Buddha, adalah kumpulan dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak, yang disebut Pancakhanda atau lima kelompok kegemaran yaitu rupakhanda (jasmani), vedanakhanda (pencerahan), sannakhandha (pencerapan), shankharakhandha (bentuk-bentuk pikiran), dan vinnanakhandha (kesadaran) . Kelima kelompok tersebut saling berkaitan dan bergantung satu sama lain dalam proses berangkai, kesadaran ada karena adanya pikiran, pikiran timbul disebabkan adanya penyerapan, penyerapan tercipta karena adanya perasaan, dan perasaan timbul karena adanya wujud atau Rupa. Kelima khanda tersebut juga sering diringkas menjadi dua yaitu: nama dan rupa. Nama adalah kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapan dan perasaan yang dapat digolongkan sebagai unsur rohaniah, sedang Rupa adalah badan jasmani yang terdiri dari empat unsur materi yaitu unsur tanah, air, api, dan udara atau hawa.
Manusia dalam ajaran Buddha merupakan makhluk dimana jenis kelaminnya ditentukan pada saat pembuahan karena karma dari perbuatannya dalam hidup terdahulu. Ditinjau dari hukum karma, ada akibatnya bila orang melakukan pelanggaran seksual. Ajaran Budhha sangat menuntut disiplin dalam perbuatan seksual. Dan kedua unsur tersebut diatas adalah dasar dari manusia, oleh karena itu, Sebagaimana dijelaskan dalam buku filsafat whitehead tentang jati diri manusia bahwa emosi, kenikmatan, harapan, kekuatan, penyesalan dan macam-macam pengalaman mental adalah unsur-unsur pembentuk jiwa manusia. Badan juga berfungsi sebagi “bidang ekspresi manusia”. Jiwa manusia adalah kesatuan yang kompleks dari kegiatan-kegiatan mental, dari yang paling rendah hingga yang bersifat intelektual.
Dalam agama Buddhis manusia terikat oleh 5 kelompok ikatan Skanda (panca skanda) yang terdiri dari rupa (bentuk jasmani), vedanna (perasaan), sanna (pencerapan, penginderaan), sankhara (bentuk pikiran), vinnana (kesadaran).
Tujuan akhir manusia adalah mencapai pencerahan atau Nibbana, dengan tercapainya nibbana tidak ada lagi keinginan yang diharapkan oleh manusia, tak ada harapan apapun, tidak lagi memikirkan akan kelangsungan dirinya. Dengan mencapai tahap ini manusia sudah tidak lagi memiliki keinginan, nafsu-nafsu kotor, sudah lepas dari segala ikatan dunia dan ikatan kamma itu sendiri.
Manusia memiliki potensi yang tak terbatas. Dimana potensi trersebut banyak tidak dipergunakan oleh manusia. Selama manusia tidak menyadari potensi yang dimilikinya, makan akan sulitlah bagi manusia untuk mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana (kebahagian tertinggi). Nibbana adalah suatu “keadaan”, seperti diajarkan oleh sang Buddha, Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah keinginan lenyap. Api menjadi padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, nafsu-nafsu, kekotoran-kekotoran batin. Dengan demikian Nibbana adalah kesunyataan abadi, tidak dilahirkan (na uppado- pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak berubah (nathitassannahattan-pannayati). Nibbana disebut juga asankhata-dhamma (keadaan tanpa syarat, tidak berkondisi). Dalam Paramathadi panitika disebutkan Natthi Vanam Etthani Nibbanam (keadaan yang tenang yang timbul dengan terbebasnya dari tanha/keinginan rendah disebut Nibbana).
Cara untuk mencapai pecerahan adalah dengan menembus empat kesunyataan mulia (catur arya styani), tekun melakukan perenungan terhadap kelima skanda sebagai sesuatu yang tidak kekal (anicca), tidak bebas dari derita (dukkha), dan tanpa aku (anatta). Menyelami bahwa apa yang disebut makhluk atau diri tidak lain adalah proses atau arus keadaan mental dan jasmani yang saling bergantung (paticca samuppada). Dengan menganalisa ia menyelami bahwa semua hanyalah sebuah arus dari sebab dan akibat. Meneliti dengan cermat sifat sebab-akibat sehingga menembusi alam kesadaran yang lebih tinggi. Seluruh alam semesta tidak lain adalah berisi bermacam arus dan getaran yang tidak kekal. Dengan penembusan ini nafsu keinginan, kehausan akan penjelmaan akan terhenti, dan muncul dalam jalan kesucian, sampai bersatu dengan Kesadaran Agung Nirvana.
Jalan untuk mencapainya tertuang dalam delapan jalan utama (Hasta Arya Marga) yang terdiri dari tiga usaha besar yang harus dijalankan tiap hari yaitu: menjalankan Panna (kebijaksanaan), Sila (tata susila hidup bermasyarakat), dan Samadhi (membebaskan diri dari nafsu keinginan untuk sampai pada kesadaran).
Mereka yang mencapai nibbana tidak lagi menaruh perhatian terhadap kelangsungan dirinya. Kematian dapat tiba menurut kehendaknya atau setelah umurnya selesai. Mereka tidak lagi menimbun kamma baru, melainkan sekedar menghabiskan akibat kamma lampaunya.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai nibbana yaitu:
1.                   Kita harus menyadari bahwa umat manusia memiliki potensi tidak terbatas. Kalau manusia diartikan sebagai mahkluk lemah dan tidak berdaya yang terus menerus terombang-ambing oleh aliran takdir maka tidak ada kemungkinan mencapai nibbana. Ajaran Buddha menyadari sepenuhnya kaebaikan manusia yang tidak terbatas.
2.                   Adanya dorongan yang kuat dari dalam batin untuk mencapai nibbana. Keinginan yang kuat bukanlah berasal dari luar. Kesadaran akan pentingnya keinginan untuk mencapai nibbna ini sangat penting. Nibbana adalah tanggung jawab seklaigus hak.
3.                   Harus ada kesadaran apabila umat manusia akan mendapatkan hasil kalau dia berusha terlebih dahulu. Ini berarti kalau anda telah menebar benih, maka anda berhak menuai hasilnya.
Dari tiga hal diatas dapat diambil kesimpulan untuk mencapai nibbana manusia harus memenuhi tiga syarat yaitu menyadari ketidakterbatasan potensi manusia, memiliki keinginan untuk mencapai nibbana dan langsung berusaha mewujudkan keinginan tersebut, dan meyakini bahwa di dunia spiritual tetap berlaku hukum sebab-akibat. Jika anda menabur benih dan berusaha memeliharanya agar tumbuh dengan baik, pasti benih itu akan mendatangkan hasil.

PATICCA-SAMUPPADA
Bunyi hukum paticca-samuppada
Perkataan paticcasamuppada terdiri atas Paticca artinya disyaratkan dan kata Samuppada artinya muncul bersamaan. Jadi  paticca-samuppada artinya mucul bersamaan karena syarat berantai, atau pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan.
Prinsip dari ajaran hukum paticcasamuppada diberikan dalam empat rumus pendek yang berbunyi sebagai berikut.
I.          Imasming Sati Idang Hoti
Dengan adanya ini maka terjadilah itu.
II.        Imassupada Idang Uppajati
Dengan timbulnya ini maka timbulah itu.
III.       Imasming Asati Idang Na Hoti
Dengan tidak adanya ini maka tidak adalah itu.
IV.       Imassa Nirodha Idang Nirujjati
Dengan terhentinya ini maka terhentinya itu.
Berdasarkan prinsip dari saling menjadikan, relativitas dan saling bergantungan maka seluruh kelangsungan dan kelanjutan hidup dan juga terhentinya hidup telah diterangkan dalam satu rumus dari dua belas pokok yang dikenal sebagai paticcasamuppada.
1.         Avijja Paccaya Sankhara
Dengan adanya ketidaktahuan maka terjadilah bentuk-bentuk kama.
2.         Sankhara Paccaya Vinnanang
Dengan adanya bebtuk-bentuk kamma maka terjadilah kesadaraan.
3.         Vinana Paccaya Namarumpang
Dengan adanya kesadaran maka terjadilah rohani jasmani.
4.         Namarupa Paccaya Salayatanang
Dengan adanya kesadaran rohani jasmani maka terjadilah enam landasan indranya.
5.         Salayatana Paccaya Phasso
Dengan adanya enam landasan indriya maka terjadilah kontak/kesan-kesan.
6.         Phassa Paccaya Vedana
Dengan adanya kontak maka terjadilah perasaan.
7.         Vedana Paccaya Tanha.
Dengan adanya perasaan maka terjadilah keinginan.
8.         Tanha Paccaya Upadanang
Dengan adanya tanha maka terjadilah kemelekatan.
9.         Upadana Paccaya Bhavo
Dengan adanya kemelekatan maka terjadilah proses penjelmaan
10.       Bahava Paccaya Jati
Dengan adanya proses penjelmaan maka terjadilah kelahiran.
11.       Jati Paccaya Jaramaranang
Dengan adanya tumimbal-lahir maka terjadilah kelapukan keluh kesah, sakit, kematian, dll.
12.       Jara-Marra
Kematian, kelapukan, keluh kesah, sakit, dll, sebagai akibat dari tumimbal-lahir.
»»  READMORE...

Sang Buddha

0 comments






















»»  READMORE...

Link-Link Video

0 comments
»»  READMORE...

MEDITASI DAN JALAN TENGAH

1 comments


  1. A.    Meditasi
Meditasi adalah membiasakan diri kita agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, realistis dan konstruktif. Dengan bermeditasi kita akan dapat membangun kebiasaan baik dari pikiran kita. Meditasi dilakukan dengan pikiran, artinya meskipun kita duduk dengan sikap sempurna, melaksanakan meditasi dalam waktu yang cukup lama, namun pikiran kita berlali kesana kemari dengan liar, dan memikirkan objek-objek kemelekatan, itu bukanlah meditasi.
            Istilah meditasi sebenarnya dapat disamakan dengan istilah bhavana yang arti harfiahnya 'pengembangan batin' yakni usaha untuk  menumbuhkan batin terpusat, tenang, mampu dengan jelas melihat sifat batin sesungguhnya gejala apapun yang dapat merealisir Nibbana,suatu keadaan bathin ideal dari bathin yang sehat[1].
Sejarah Meditasi
            Dua ribu lima ratus tahun yang lalu, seorang putra mahkota pada usia 29 tahun saat seseorang berada dalam kegemilangan hidup, telah meninggalkan tahta yang penuh kemegahandan kekuasaan dan pergi ke hutan menjauhi keduniaanmencari obat untuk mengatasi penyakit kehidupan,mencari jalan keluar dari belenggu  ketidak pastian untuk mencapai nibbana.
            Dibawah bimbingan para ahli meditasi pada zaman itu, beliau mencari dengan Harapan bahwa mereka dapat menunjukan jalan kearah pembebasan dan kebijaksanaan.beliau melatih konsentrasi, pemusataan perhatian (Samatha atau samadhi) dan telah mencapai tingkat-tingkat tertinggi dari latihan-latihan tersebut.namun beliau merasa tidak puas karena tidak menghasilkan penerangan agung. Pengetahuan dan kemampuan guru beliau cenderung pada mistikdan karenanya tidak memuaskan lagi untuk mencari apa yang masih belum diketahuinya.
            Menjadi kepercayaan di india pada zaman itu terutama dikalangan para ahli kebatinan(ascetik) bahwa penyucian batin dan kebebasan akhir batin dapat diperoleh  dengan melatih diri secara keras, kalau perlu dengan menyiksa diri.beliau memutuskan untuk membuktikan kebenaranya, beliau mulai berjuang untuk melatih jasmaninya dengan harapan agar batinya dapat mengatasi jasmaninya dan mampu membebaskan dirinya. Dengan amat tekun dan rajin ia berlatih, beliau hanya hidup dengan makan dedaunan, akar-akar pohon sehingga mengurangi jumlah makanan hinggaminim,pakaianya sangat bersahaja yang dihimpunya dari sampah buangan dan tidur diantara bangkai dan hidup diatas duri.kekurangan makanan dan minuman membuat jasmani beliau lemah.
            Selama enam tahun lamanya beliau berjuang sedemikian kerasnya hingga hampir mendekati pintu ajal,namun tujuan tetap tidak tercapai. Cara menyiksa diri jelas baginya tidak berarti melalui pengalamanya sendiri.dengan kemauan dan semangat yang membara beliau mencari jalan lain untuk mencapai tujuan.beliau kini menyadari bahwa keberhasilaan yang diidamkanya terletak pada penyelidikan kedalam yaitu bathin sendiri. Dengan mantap dan keyakinan akan kemurnian bathin sendiri, tanpa bantuan guru beliau memutuskan untuk bertapa menyendiri untuk  mencapai tujuan akhir.
            Dengan bersila dibawah pohon yang kemudian terkenal dengan nama pohon bodhiatau pohon penerangan sempurna, di tepi sungai Neranjara, di gaya(sekarang terkenal Buddhagaya) suatu tempat yang sejuk dan mendukung kemantapan bathin dan tekad yang membaja. Sekalipun badanku tinggal kulit dan tulang serta darahku mengering, aku tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum mendapat penerangan sempurna, begitu kuat pengabdianya, begitu keras tekadnya dalam mencapai kebenaran dan memperoleh kebijaksanaa tertinggi.
            Dengan akhir pandangan seperti itu, beliau menelusuri kedalaman bathinya untuk mencari cara meditasi yang dapat memberi ketenangan mutlak,penerangan dan kebebasan. dengan cara ana-apana-sati, beliau mencapai dan memasuki jhana pertama(hasil kedalaman meditasi yang disebut juga dhayana – sansakerta,suatu istilah yang sulit terjemahkan). Secara bertahap beliau mencapai dan memasuki Jhana kedua, ketiga, dan keempat. Dengan demikian beliau mempersiapkan diri membersihkan kotoran batin yang masih melekat dan mampu mengembangkan pandangan terang (Vipassana bhavana), pandangan benar dan kebijaksanaan mutlak yang membuat orang mampu memandang sesuatu sebagaimana adanya dengan mengetahui ketiga corak umum (Tilakkhana) atau tiga sifat dari apa saja yang saling terkait yaitu anicca, dukkha dan anatta. Dengan pandangan terang ini, dengan penembusan yang bijaksana beliau mampu memahami dan mengetahui semua kesempurnaannya, yaitu yang disebut sebagai empat kesunyataan mulia tentang penderiataan, sebab musababnya, lenyapnya dan cara mengakhirinya.
            Dengan mengetahui kesunyataan tersebut maka batinnya terbebas dari segala akar atau ikatan kenikmatan indrianya (kama-asava), kotoran batin kehidupan (bhava-asava), kegelapan batin (avijja-asava). Sewaktu batin terbebas dari mereka segeralah tumbuh pengetahuan dan pengertian 'pandangan benar timbul padaku, tak tergoyahkan kebebasan batinku.' Inilah kelahiranku yang terakhir, tiada kelahiran lagi untuk selanjutnya bagiku, tak ada hasrat untuk menjadi.
            Pangeran India ini dengan pribadi dinamis tidak lain adalah sakyamuni Siddharta Gautama (Siddhattha Gotama) Sang Budha.
Waktu telah berlalu dan sang budha tampaknya tidak pergi jauh dari kita. Sabda sang budha masih berkumandang di telinga kita dan mengatakan, agar kita jangan lari dari perjuangan namun harus tenang menghadapinya, dengan memandang bahwa justru kehidupan ini memeberi kesmpatan bagi kita untuk berkembang dan maju. Kepribadian masih berartisejak dulu hingga kini, dan seseorang yang memikirkan kemanusiaan sepersi sang budha yang bahkan hingga saat kini masih terasa hidup dan membangkitkan semangat, pastilah orang yang menakjubkan.
'Pesan sang budha diucapkan beribu-ribu tahun yang lalu namun selalu baru dan asli bagi mereka yang melatih diri dalam kerohanian, menyentuh pandangan kaum intelek dan meresap ke lubuk hati masyarakat.'

Dengan  melaksanakan meditasi kita akan dapat menumbuhkan kebiasaan baik dari pikiran dalam meditasi tingkah laku sehari-hari kita juga akan berubah. Kebencian, keserakahan, rasa iri hati yang membara di dalam diri kita dapat kita taklukan,  kita lalu menjadi tenang, merasa puas dan bertrimakasih, tidak lagi sesah gelisah dan frustasi.
Meditasi  buddhis ada dua macam yakni meditasi yang disebut samatha-bhavana yakni meditasi untuk mencapai  ketenangan hidup. Meditasi yang kedua adalah meditasi vipassana-Bhavana, meditasi yang dapat membersihkan kekotoran batin dan pikiran secara total, sehingga kita dapat mencapai pandangan tenang.[2]
Bavana artinya “pengembangan”, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan meditasi.

  1. Samatha- Bhavana
Samatha- Bhavana berarti pengembangan ketenangan batin.[3]
Perkembangan dari ketenangan adalah menuju pada pemusatan pikiran yang penuh, untuk mencapai penembusan didalam meditasi (Jhana).[4]
Samatha terbagi dua
a)      Paritta – Samatha : bagi mereka yang melaksanakan samatha- bavana tetapi belum mencapai Appana-Bhavana, di sebut paritta-Samatha.
Sebab pada saat itu yang ada hanya mahakusala atau mahakriya- JAPANA  yang timbul, dan jana yang ada pada saat itu mempunyai kekuatan yang lemah.
b)      Mahaggata- Samata : bagi mereka yang  melaksanakan Samatha- Bhavana dan telah mencapai Appana-Bhavana yaitu mahaggata  jhana, disebut Mahaggata- Samatha. Sebab pada saat itu yang ada hanya Mahaggatakusala atau mahaggratakriya-JAVANA yang timbul, dan jhana yang ada pada saat itu mempunyai kekuatan yang besar dan mampu konsentrasi pada obyek dengan kuat.

Jhana :
Jhana berarti tingkat kekuatan samadhi, atau tingkat kekuatan kemenunggalan pikiran terhadap obyek atau ada kalanya disebut tingkat ketenangan batin.
Terdapat 8 tingkatan jhana yaiitu:
  • Rupa-Jhana 4 atau Jhana Bermateri
1)      Phatama- jhana
Di dalam jhana pertama, Nivarana atau Rintangan Batin telah dapat di atasi dengan seksama. Rintangan Batin atau Nivarana itu adalah :
a)      Kamachanda atau Nafsu Kerinduan akan obyek-obyek indra yang menyenangkan.
b)      Byapada atau keinginan untuk menyakiti orang lain atau kemauan jahat.
c)      Thina-middha atau kemalasan atau kegeisahan atau kekhawatiran.
d)     Vicikiccha atau keraguan.
Kemudian timbul faktor-faktor Jhana pertama sebagai berikut:
VITTAKA(penopang pikiran), VICARA (gema pikiran), PITI (kegiuran), SUKHA (kebahagiaan) dan EKAGGATA (pemusatan pikiran).
2)      Dutiya- jana/ Jhana kedua
Faktor VITTAKA (penopang pikiran), dan VICARA (gema pikiran) mulai lenyap, karna kedua faktor ini bersifat kasar untuk Jhana kedua.
3)      Tatiya- Jhana
Faktor PITI (kegiuran) mulai lenyap,.
4)      Catutta- Jhana
Faktor SUKHA (kebahagiaan) mulai lenyap, karena sukha msh terasa kasar untuk jhana ke emmpat. Dalam Jhana ke empat ini hanya terdapat faktor EKAGGATA (pemusatan pikiran) dan UPEKKHA (keseimbangan batin).

  • Arupa-Jhana 4 atau jhana tanpa materi
5)      Akasanancayatana- Jhana atau perenungan terhadap  keadaan dari konsepsi ruangan tanpa batas
6)      Vinnanancayatana-Jhana atau perenungan terhadap keadaan dari konsepsi kesadaran tanpa batas
7)      Akincannnayatana-Jhana atau perenngan  trhadap keadaan dari konsepsi kekosongan
8)      Nevasannannasannayatana-Jhana atau perenungan terhadap keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun bukan tidak pencerapanpun.
Setiap Jhana mempunyai 3 makna, yaitu:
  • “pembersihan”
  1. Pembersihan pikiran yang terbebas dari Nirvana/ rintangan batin.
  2. Gerakan pikiran yang menuju keenangan
  3. Tercapai ketenangan batin
  • “Keseimbangan”
  1. Keseimbangan pikiran yang telah dibersihkan
  2. Gema pikiran seimbang yang merupakan ketenangan bathin
  3. Tercapainya keseimbangan batin
  • “kepuasan”
  1. Puas atas keseimbangan batin
  2. Puas atas keselarasan keadaan kemauan
  3. Puas pada effektivitas  dari tenaga
  4. Puas pada kelancaran daam pengulangan proses-proses itu.


Dalam melaksanakan Samatha- Bhavana kita bebas untuk memilih obyek yang sesuai untuk diri kita. Dalam Samatha-Bhavana ada 40 macam pokok obyek meditasi, yaitu:
  1. Kasina 10 (10 wujud benda)
1)      Pathavi-Kasina: perwujudan tanah
2)      Apo-kasina: Perwujudan air
3)      Tejo-Kasino: perwujudan api.
4)      Vayo-kasino: perwujudan hawa/udara
5)      Nila-kasina: perwujudan warna biru laut
6)      Pita-kasina:perwujudan warna kuning
7)      Lohita-Kasina: perwujudan warna merah
8)      Odata-kasina: perwujudan warna putih
9)      Aloka-kasina :perwujudan cahaya
10)  Akasa-kasina :perwujudan ruangan terbatas.
  1. Asubha 10 (10 wujud kekotoran)
1)      Uddhumataka: perwujudan suatu mayat membengkak
2)      Vinilaka : perwujudan suatu mayat wrna muka kebiru-biruan
3)      Vipubbaka: perwujudan suatu mayat bernanah
4)      Vicchiddaka: perwujudan suatu mayat terbelah tengahnya
5)      Vikkahayitaka: perwujudan suatu mayat di gerogoti binatang dan lain-lainnya
6)      Vikkhittaka: perwujudan suatu mayat yang telah hancur baur
7)      Hatavikkhittaka: perwujudan suatu yang busuk dan hancur
8)      Lohitaka : perwujudan suatu mayat yang berdarah
9)      Puluvaka : perwujudan suatu mayat yang dirubung  penuh belatung (kutu)
10)  Atthika :perwujudan suatu tengkorak
  1. Anussati 10 (10 macam renungan)
1)      Buddhanussati : perenungan terhadap jasa-jasa sang buddha
2)      Dhammanussati: perenungan terhadap jasa-jasa Sang Dhamma
3)      Sanghanussati : perenungan terhadap jasa-jasa Sang Sangha
4)      Silanussati : perenungan terhadap sila yang dilaksanakan
5)      Caganussati : perenungan terhadap Dana yang teah diberikan
6)      Devatanussati :perenungan terhadap jasa-jasa yang dapat mengakibatkan  kelahiran dialam Dewa
7)       Marananussati: perenungan terhadap kematian yang akan dialami
8)      Kayagatasasi : perenungan terhadap kekotoran jasmani
9)      Anapanasati : perenungan terhadap keluar masuknya napas
10)  Upasamanussati : perenungan terhadap keadaan nirwana, yang terbebas dari kekotoran batin dan derita.
  1. Appammanna 4  (4 keadaan yang tidak terbatas)
1)      Metta: cinta kasih yang universal, tanpa pamrih
2)      Karuna :Belas kasihan
3)      Mudita: Simpati
4)      Upekkha: keseimbangan batin
  1. Aharepatikulasanna 1 (1 perenungan terhadap makanan  menjijikan)
Yaitu merenungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikan bila telah berada dalam perut; direnungkan sampai kejijikn itu dirasakan.
  1. Catudhatuvavatthana 1 (1 analisa terhadap  keempat unsur)
Yaitu merenungkan unsur  tanah (pathavi) dan lain-lainnya yang berada pada dirikita
  1. Arupa 4 (4 renungan tanpa materi)
1)      Kasinugaghatimakasapannatti : obyek ruangan yang sudah keluar dari Kasina
2)      Akasanancayatana-citta:obyek kesadaran yang tanpa batas
3)      Natthibhavapannatti :obyek kekosongan
4)      Akincannayatana-citta:obyek bukan pencerapan, pun bukan tidak pencerapan.
Waktu yang baik untuk bermeditasi :
  • Pagi antara jam 04.00- 06.00
  • Sore antara jam 16.00- 18.00
  • Malam antara jam 19.00- 22.00
Cara-cara meditasi :
a)      Bacalah paritta dahulu sebelum bermeditasi
b)      Setelah itu duduk bersila , punggung dan dada harus lurustetapi dalam keadaan lemas tidak tegang/kaku.
c)      Mata melihat obyek yang diambil untuk beberapa saat,kemudian mata dipejamkan dan pikiran membayangkan obyek yang diambil tadi
d)     Pada tingkatan permulaan pikiran tentunya tidak dapat membayangkan obyek dalam waktu yang lama.
e)      Sebelum melaksanakan meditasi, sebaiknya minta petunjuk nasehat kepada guru meditasi atau mereka yang telah berpengalaman mengenai meditasi.
Tempat untuk meditasi :
Sebaiknya tempat itu sunyi, hawa udara baik dan terbebas dari gangguan nyamuk dan lain-lain.[5]
  1. Vipassana- Bhavana
Vipassana artinya pandangan terang. Vipassana adalah nama dari panna (kebijaksanaan), dan panna yang dapat mengetahui apa atau melihat apa disebut vipassana. Jadi vipassana adalah mengetahui atau melihat rupa-nama (materi-batin) sebagai tidak kekal  (anicca), derita (dukka) dan tanpa aku (anatta).[6]
Perkembangan dari pandangan terang.
Ada 6 macam obyekdalam melaksanakan Vipassana-Bhavana yaitu :
1)      Khanda 5 (lima kelompok kehidupan),
2)      Ayatana 12 (dua belas indra bagian dalam dan luar)
3)      Dhatu 18 (delapan belas unsur)
4)      Indriya 22 (22 indra)
5)      Paticcasamuppada 12 (12 hukum sabab musabab yang saling bergantungan)
6)      Ariyasacca 4 (4 kesunyataan mulia).
Semuanya disingkat menjadi Nama-Rupa (Batin-Jasmani)
            Meditasi Vipassana-Bhavana ditempuh untuk mencapai Nibbana (nirvana).
Persiapan yang harus di ketahui oleh orang yang ingin mengikuti latihan vipassana-bhavana.
v  3 syarat yang harus dipatuhi   :
1)      Upanissaya; ia harus diam di pemondokan di bawah asuhan seorang pelatih yang pandai.
2)      Arakkha; ia harus menjaga ketajaman enam indranya sehingga berada dalam keadaan baik.
3)      Upanibandha; ia harus menjaga pikirannya supaya terkonsentrasi pada empat macam perenungan.
v  Kewajiban yang ingin menempuh meditasi ini:
1)      Ia harus mempunyai tekad untuk tidak berhenti berusaha sebelum mencapai Dharma yang sempurna.
Ia harus mengurangi maka, tidur, bicara,menulis dan membaca.
2)      Ia harus mengendalikan mata,telinga,hidung,lidah,badan dan pikiran.
3)      Ia harus melakukan segala sesuatu dengan perlahan-lahan, seperti berdiri,berjalan, duduk dan bersandar.
4)      Ia harus melakukan semua gerakan dengan tiga faktor yang bermanfaat yaitu; tenaga,kewaspadaan dan perlatihan.
v  Kegiatan yang harus dihindari :
1)      Kammaramata; menyibukan diri dengan berbagai kegiatan; membersihkan tempat tinggal, menulis, membaca buku-buku.
2)      Niddaramata; banyak tidur sehingga mengendorkan usahanya.
3)      Bhassaramata; banyak bicara,mengobrol .
4)      Samganikarmata; merasa senang dengan orang banyak, dan bukan dalam kesunyian.
5)      Aguttadvarata; tidak mengendalikan dengan baik enam pintu dari idranya itu.
6)      Bhojane amattannuta; kurang bisa mengurangi makan, suka makan berlebihan.
7)      Yathavimuttam cittam na paccavekkhati; gagal untuk menyadari kegiatan pikiran sewaktu pikiran itu sedang berada didalam satu gagasan, atau gagal untuk memegang suatu gagasan di dalam pikiran dan gagal untuk menyadari kejadian itu.
v  Cara memasuki latihan vipassana Bhavana:
1)      Pada hari memasuki latihan, bawalah dupa, lilin, dan bunga untuk upacara sembahyang di Altar sang buddha,
2)      Berilah hormat pada guru yang memimpin latihan itu.
3)      Bakarlah dupa dan lilin sebagai sajian kepada Tri-ratna.
4)      Para bhikkhu harus lebih dahulu melakukan pengakuan, dan umat buddha biasa harus memohon Attha-Sila (delapan jalan).
5)      Berilah hormat pada Tri-Ratna dan guru latiha dengan menyebut;
‘Imaham Bhagava attabhavam tumhakam periccajami’
Sang Bhagava, saya bersujud kepada sang Buddha, Sang Dhamma dan Sang Sangha demi latihan Vipassana-Bhavana dari ssat ini dan seterusnya.
‘Imaham acariya attabhavam tumhakam pariccajami’
Acariya (guru), saya memberi hormat kepada mu guru demi latihan Vipassana-Bhavana dari saat ini dan seterusnya.
‘Nibbanassa me bhante/acariya sacchikaranatthapa kammatthanam dehi’
Bhante/acariya, sudilah kiranya Bhante/Acariya memberi saya petunjuk-petunjuk untuk latihan Vipassana-Bhavana supaya dapat memahami sang jalan, sang pahala, dan Nirwana.
‘aham sukhito homi niddukkho homi avero homi abyapajjho homi aningho homi sukhi attanam pariharami’
Semoga saya berbahagia , bebas dari penderitaan, pembalasan, kesulitan,kesukaran, bahaya dan semoga saya selamat dan sentosa.
‘Sabbe satta sabbe pana sabbe bhuta sabbe puggala sabbeattabhavapriyapanna’
‘Sabbe itthiyo sabbe purisa sabbe ariya sabbe anariya sabbe deva sabbe manussa.
‘Sabbe vipatika avera abyapajjha anigha hontu sukhi attanam pariharantu’.

Manfaat Meditasi
  • Meditasi mempermudah anda untuk mencapai Nibbana.
  • Jika anda sangsi dan tidak tertarik akan jalan hidup beragama, meditasi dapat membantu anda keluar dari kesangsian dan melihat nilai-nilai praktis dari tuntutan keagamaan.
  • Jika anda frustasi dan patah hati karena kurangnya pemahaman terhadap kehidupan dan dunia yang tidak pasti ini, maka meditasi dapat benar-benar membimbing dan membantu anda untuk memahami kondisi dunia yang selalu berubah.
  • Jika anda orang yang berpikiran sempit, meditasi dapat membantu anda mengembangkan pengertian yang bermanfaat bagi diri anda, teman, dan keluarga anda, untuk menghindari salah pengertian.
  • Jika anda sangat dipengaruhi emosi, dengan meditasi emosi anda tidak akan mendapat kesempatan untuk menjerumuskan anda.
  • Jika anda orang yang bijaksana, meditasi akan menuntun anda ke kebijaksanaan tertinggi dan anda  akan melihat segala sesuatu seperti apa adanya, bukan tampaknya. [7]


  1. B.     Jalan Tengah (majjbimapattipada) 
hutan yang sunyi, Manusia Besar kerap kali menyadari Kebenaran-Kebenaran yang mendalam dan memecahkan masalad-masalah yang rumit. Pertapa Gotama dari pengalaman pribadi sepenuhnya sekarang yakin tentang tidak bermanfaatnya penyiksaan diri, walaupun dianggap sangat perlu untuk pembebasan oleh pertapa ahli filsafat masa itu, yang sesungguhnya melemahkan kecerdasan seseorang, dan berakibat kelesuan dalam semangat. Beliau meninggalkan untuk selamanya hal yang ekstrim yang menyakitkan ini sebagaimana beliau meninggalkan ekstrim tentang kesenangan sendiri yang cenderung memperlambat kemajuan moral. Beliau memahami gagasan tentang pemakaian Jalan Tengah Emas yang kemudian menjadi salah satu Ajaran utama beliau.
            Beliau teringat ketika diajak ayahnya membajak, beliau duduk di bawah naungan pohon jambu yang sejuk, asyik dalam perenungan pernafasan beliau sendiri (meditasi pernafasannya sendiri), yang berakibat pencapaian Jhana Pertama (keadaan kegembiraan). Setelah itu beliau berpikir: "Nah, inilah Jalan ke Penerangan Sempurna."
            Beliau menyadari bahwa Penerangan Sempurna tidak dapat dicapai dengan tubuh yang amat lelah seperti itu: Kesehatan jasmani perlu sekali untuk kemajuan batin. Jadi beliau memutuskan untuk memberi makan pada tubuhnya secara sedikit-sedikit saja dan makan beberapa makanan kasar baik yang keras maupun lunak.
            Lima orang pengikut kesayangannya yang menyertai beliau dengan pengharapan yang besar, berpikir bahwa Kebenaran apapun yang pertapa Gotama akan dapat pahami, akan beliau berikan pada mereka, merasa kecewa pada perubahan yang tak terduga ini, dan meninggalkan beliau serta tempat itu, pergi ke Isipatana, sambil berkata bahwa, "Pertapa Gotama telah menjadi mewah, telah berhenti berusaha, dan telah kembali pada suatu kehidupan yang menyenangkan."
            Pada keadaan yang penting ini ketika bantuan sangat dibutuhkan, mereka meninggalkan beliau seorang diri. Beliau tidak berkecil hati, tetapi kepergian mereka yang disengaja menguntungkan beliau walaupun kehadiran mereka selama perjuangan beliau yang hebat, bermanfaat bagi beliau. Seorang diri, dalam[8]

Penelusuran delapan jalan mulia
1)      Pandangan yang benar
Jalan pertama dari delapan jalan mulia yaitu pandangan yang benar sederhanyanya memandang dengan benar adalah memandang dunia tanpa bias, bebas dari segala perasangka, memandang dunia dengan kearifan sepiritual. sebagian besar penderitaan manusia disebabkan oleh cara mereka memandang.
Oleh karena itu, kita harus mengetahui cara menyeleksi data-data yang diterima mata kita setiap hari, karna inilah yang sangat mendorong emosi manusia. Agar bisa melakukan penyeleksian anda harus membiasakan diri merenung dan berefleksi dengan tenang di sore hari, mengatur pernafasan, dan menenangkan pikiran agar bisa menemukan harmoni di dalam batin anda.
Dalam pengertian tradisional agama Buddha, pandangan yang benar diartikan sebagai cara melihat sesuatu berdasarkan empat kebenaran mulia kebenaran penderitaan, kebenaran sebab, kebenaran kehancuran, dan kebenaran jalan) serta menganalisis sesuatu berdasarkan hukum sebab-akibat.

2)      Pikiran yang benar
Jalan kedua dari delapan jalan mulia adalah pikiran yang benar. Refleksi diri terhadap jalan pikiran yang benar ini  adalah dengan mengkaji diri anda apakah sudah berpikir berdasarkan kebenaran sang Budha ataukah tidak.
Dalam ajaran tradisional budha, pikiran yang benar bisa diartikan sebagai jalan penyelesaian terbaik dalam rangka melanjutkan perjalanan menuju pencerahan dan selalu membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam persoalan sehari-hari.
Pikiran yang benar adalah pikiran yang melepaskan kesenangan dunia, dan yang terbebas dari kemelekatan serta sifat mementingkan diri sendiri. Pikiran yang penuh dengan kemauan baik, cinta kasih, kelemah lembutan dan yang terberbebas dari i’tikad jahat dan lain-lain.
3)      Perkataan yang benar
Sebagian besar penderitaan manusia berkaitan dengan kata-kata. Kata-kata berkaitan berat dengan kebahagiaan dan penderitaan manusia, dan jika kata-kata yang diucapkan manusia disampaikan dengan cara dan nada yang tepat, dunia ini tentu akan menjadi tempat terbaik untuk dihuni.
Kata-kata dapat menjadi ukuran untuk menilai karakter orang yang mengucapkannya. Oleh karena itu menelaah dan memeriksa kata-kata yang anda pakai selama sehari adalah titik paling tepat untuk melakukan refleksi diri.
Kalo anda merasa sakit dan tertekan atau ketika anda merasa cemas akan sesuatu, itu tandanya anda mengucapkn kata-kata negatif. Kata-kata negatif adalah kata-kata yang tidak menyebabkan orang lain lebih bahagia,kata-kata menyakiti, yang menjatuhkan atau yang menakut-nakuti orang lain.
4)      Tindakan yang benar
Ajaran buddha mengartikan tindakan yang benar sebagai larangan melakukan tindakan-tindakan kejahatan, seperti membunuh,mencuri dan tidak menghormati orang yang lebih tua, tapi dalm masyarakat sekarang tindakan-tindakan kejahatan telah diatur oleh hukum positif.
5)      Kehidupan yang benar
Refleksi diri dari perspektif “hidup sempurna” atau hidup yang benar.
Adalah merefleksikan setiap hari dalam kehidupan kita, membandingkannya dengan hari terbaik yang bisa anda bayangkan sebagai hari terakhir dalam hidup anda yang harus dijalani sebaik mungkin.
Menurut ajaran buddha, melakukan tindakan kejahatan atau memilih pekerjaan-pekerjaan yang berlawanan dengan ajaran kebenaran buddha, seperti mengerjakan materialisme, doa yang salah atau keyakinan yang menyimpang, dianggap sebagai tindakan yang akan merusak kehidupan yang benar.
6)      Usaha yang benar
Usaha yang benar berarti kerja keras berdasarkan jalan kebenaran Budhha.
Ada dua titik yang harus kita gunakan untuk melatih refleksi diri tentang jalan usaha yang benar. Titik pertama adalah memandang dunia ini sebagai tempat latihan jiwa. Titik kedua adalah mengetahui apakah tingkat spiritualitas kita meningkat dan berkembang atau tudak.
7)      Kesadaran yang benar
Kesadaran yang benar adalah membentuk garis panduan bagi refleksi diri dalam rencana hidup anda, membentuk visi kearah masa depan yang akan anda jalani.

8)      Konsetrasi yang bener
Konsentrasi yang benar, terkait berat dengan tujuan tertinggi agama karna agama pada dasarnya adalah disiplin konsentrasi spiritual, yang memungkinkan kita berkomunikasi dengan ruh-ruh yang lebih tinggi di dunia lain dan,bahkan lebih dari itu,membuat kita semakin mampu selaras dengan kehendak buddha sembari merasakannya.[9]
Jalan tengah atau kedelapan jalan mulia diatas secara garis besar dapat di bagi menjadi sila,samadha, dan panna.
Sila adalah ajaran kesusilaan yang didasarkan atas cinta kasih dan balas kasih terhadap sesama mahluk, (ucapan benar,perbuatan yang benar, dan pencaharian yang benar)
Samadha adalah konsentrasi,(usaha yang benar,perhatian yang benar/kesadaran,konsentrasi yang benar)
Panna adalah kabijaksanaan,(pengertian benar/pandangan, pikiran benar).[10]




Kesimpulan
            Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa meditasi adalah membiasakan diri kita agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, realistis dan konstruktif. Dengan bermeditasi kita akan dapat membangun kebiasaan baik dari pikiran kita. Meditasi dilakukan dengan pikiran, artinya meskipun kita duduk dengan sikap sempurna, melaksanakan meditasi dalam waktu yang cukup lama, namun pikiran kita berlali kesana kemari dengan liar, dan memikirkan objek-objek kemelekatan, itu bukanlah meditasi

DAFTAR PUSTAKA

Panjika,Rampaian dhamma,Jakarta: DPP Peritubi ,juli 2004.
Okawa Ryuho,Hakikat ajaran Budha,Jogyakarta:Saujana, juli 2004.
Thera Piyadassi,Meditasi Buddhis,Surabaya:Paramita,2005.
Dhammananda Sri,Meditasi untuk siapa saja,Pustaka Karaniya, Juni 2003.
Mahatera Ven Narada(alm), Sang Budha dan Ajaran-ajaranya,Jakarta:Yayasan  Dhammadip Arama.


[1] Piyadassi thera,Meditasi Budhis.hal.27

[2] Maha Nayaka Sthavira A. meditasi untuk pendidikan tinngi agama Buddha. Hlm.1.

[3] Panjika,Rampaian dhamma, hlm.185.

[4]Maha Nayaka Sthavira A. meditasi untuk pendidikan tinngi agama buddha.hal 105

[5] Panjika,rampaian dhamma,hlm.188-210.

[6] Panjika,rampaian dhamma,hlm.212.

[7] Sri Dhammananda,meditasi untuk siapa saja,hal 31-36

[8] Alm.Ven NARADA Mahatera,sang Budha dan Ajaran-ajaranya,hal 22

[9] Ryuho Okawa. Hakikat Ajaran Buddha.hlm.55-77

[10] M.ikhsan tanggok, agama Budha, hal.67-68.
»»  READMORE...