Daftar Bacaan

Friday, June 15, 2012

KONSEP TENTANG ALAM



Menurut sang Buddha, bahwa sifat segala sesuatu adalah terus berubah (anicca). Begitu pula dengan sifat alam. Alam bersifat dinamis dan kinetik, selalu berproses dengan seimbang. Unsur-unsur alam yang tampak dalam pandangan Buddha ada empat, yakniu unsur padat (pathavi), cair (apo), panas (tejo), gerak (vayo).
Hukum yang berlaku pada alam (alam semesta) dapat dikategorikan dalam lima aturan yang disebut panca niyamadhamma,  yaitu utuniyama(hukum fisika), bijaniyama (hukum biologi), cittaniyama (hukum psikologis),kammaniyama (hukum moral), dhammaniyama (hukum kausalitas).[1]
Dalam bahasa pali, alam semesta disebut Loka. Loka bukanlah perkataan yang sudah tertentu pemakaiannya, tapi meliputi material (rupa) dan immaterial (aruka), dan pengertiannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Budha, yaitu sesuatu yang terbentuk dari sebab yang mendahuluinnya dan tidak kekal.
Loka, yang berakar kata “lok” berarti melihat, secara umum menunjuk kepada sesuatu yang dapat di tanggapi oleh panca indra atau oleh perasaan dan pikiran manusia, sekalipun masih dalam keadaan samar-samar. Mulai dari partikel atom yang tidak terkirakan kecilnya sampai wujud yang besar, mulai dari yang anorganik sampai pada organik, mulai dari yang paling sederhana susunan tubuhnya sampai yang paling rumit seperti halnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dewa, dan brahmana dengan segala kecenderungan, perbuatan dan kehendak mereka.
Menurut ajaran budha, seluruh alam ini adalah cipataan yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharmayang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan berubah. Sinonim dengan kata sankhata adalahsankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya. Alam semesta adalah suatu proses kenyataan yang selalu dalam keadaan menjadi. Hakikat kenyataan itu adalah harus perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan lain yang berurutan. Karena itu, alam semesta adalah sankhara yang bersifat tidak kekal (anicca atau anitya)selalu dalam perubahan (dukkha) dan bukan jiwa (atta atau atman), tidak mengandung suatu substansi yang tidak bersyarat.Dalam visudha Maga 2204, loka tersebut digolong-golongkan atas sankharaloka, sattaloka, danokasaloka.
Ø  Sankaraloka adalah alam mahluk yang tidak mempunyai kehendak seperti benda-benda mati, batu emas, logam dan semua sumber alamiah yang diperlukan manusia. Termasuk dalam pengertian ini adalah alam hayat yang tidak mempunyi kehendak dan ciptaan pikiran seperti ide, opini, konsepsi, peradaban, kebudayaan dan sebagainya.
Ø  Sattaloka adalah alam para mahluk hidup yang mempunyai kehendak mulai dari mahluk hidup yang rendah hingga mahluk yang tinggi, kelihatan atau tidak, seperti setan, manusia, dewa, dan Brahma. Mahluk-mahluk tersebut dibesarkan bukan berdasarkan jasmaniahnya, melainkan berdasarkan sikap bathin, atau hal yang menguasai pikiran dan suka duka sebagai akibatnya. Termasuk dalam sattaloka adalah 31 alam kehidupan yang dapat dikelompokan menjadi a. kamaloka, b. rupaloka, danc. arupaloka.
a.       Kamaloka
Kamaloka meliputi sebelas alam, yaitu :
1.      Alam para Dewata yang menikmati ciptaan-ciptaan lain
2.      Alam para dewata yang menikmati ciptaannya sendiri
3.      Alam para dewata yang menikmati kesenangan
4.      Alam dewata Yama
5.      Alam 33 dewata
6.      Alam tempat maharaja
7.      Jagat manusia
8.      Dunia hewan
9.      Dunia makhluk yang tidak bahagia
10.  Dunia setan
11.  Daerah neraka.
Alam ini terdiri dari bahan-bahan kasar dan unsur-unsur tanah, air, api dan udara, dan dialami oleh makhluk-makhluk yang bebadan kasar atau jasmani. Di bawah sekali dari alam ini terletak neraka yang dingin dan panas. Diatasnya terletak bidang keping bumi dengan daratan dan lautan yang terkumpul di sekeliling gunung Meru. Disini hidup binatang, manusia, hantu dan badan-badan halus yang jahat. Disekitar meru beradalah matahari, bulan dan bintang-bintang. Diatas meru tinggal berbagai golongan dewa. Dewa lainnya berada di alam yang tinggi, di dalam istana yang melayang-layang. Namun mahluk ini masih tetap berada dalam lingkungan kamma.
b.      Rupaloka
Rupaloka atau alam bentuk, terdiri dari 16 alam Brahma yang bisa dicapai dengan mengheningkan cipta dalam samadhi. Para Bhikkhu itu yang sedang besamadhi dapat berhubungan dengan mahluk-mahluk yang terdapat dalam alam-alam ini, sebab paradewa yang tinggal didalamnya masih mempunyai badan yang lebih halus tetapi berada diatas hawa nafsu.
c.       Arupalokka
Arupaloka adalah alam tanpa bentuk yaitu alam dewa yang tidak berbadan, yang hidup setelah mencapai tingkatan keempat dalam samadhi. Alam ini terdiri dari,
1.      Alam bukan persepsi dan bukan non-persepsi
2.      Alam pengetahuan kekosongan
3.      Alam kesadaran yang tidak terhingga
4.      Alam ketidak terhinggaan ruang.
Ø Okasaloka adalah alam tempat. Disini terdapat dan hidup mahluk-mahluk diatas, seperti bumi adalah okasaloka tempat manusia hidup dan tempat bend-benda matiseperti besi, batu dan sebagainnya. Alam dewa adalah okasaloka tempat para dewa hidup. Alam neraka adalah okasaloka tempat mahluk-mahluk rendah yang menderita.
Menurut kepercayaan agama budha alam tersebut diatas bukan diciptakan Tuhan, dan Tuhan tidak mengaturnya. Agama budha selalu menghindari membicarakan persoalan hubungan Tuhan atau Yang Mutlak dengan alam yang tidak mutlak karena dikhawatirkan dapat menimbulkan problem metafissika yang tidak habis-habisnya. Segala sesuatu dialam semesta ini dikembalikan dalam rangkain sebab-akibat, berdasarkan aturan yang berlaku di mana-mana, yang dinamakan hukum. Dalam pengertian ini, setiap hubungan sebab-akibat harus dianggap sebagai manifestasi dari suatu hukum yang berlaku di mana-mana. Hukum yang tetap, yang pasti, disebut dharma, yang mengatur tata tertib alam semesta, tidak tercipta, kekal dan imanent.[2]


[1]http://willyyandi.wordpress.com/tag/ekologi-agama-buddha/ 12-03-2012/15.33
[2]Mukti Ali, agama-agama di Dunia, (yogyakarta :IAIN sunan kalijaga press, 1988), 

No comments:

Post a Comment